REVITALISASI PERAN GUMIL DAN PELATIH
DALAM PERSPEKTIF PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI PUSAT PENDIDIKAN INFANTERI
Oleh : Mayor Inf Hendri
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan perubahan dan dampak yang signifikan dan dapat dirasakan pengaruhnya pada proses penyelenggaraan pendidikan keinfanterian. Dalam tinjauan dimensi pendidikan, penyelenggaraan pendidikan di Pusdikif lebih mengutamakan pendidikan yang memberikan corak keinfanterian dalam setiap level pendidikan yang dilaksanakan sehingga hal tersebut dapat menunjukan perwujudan kesungguhan lembaga guna mewujudkan perwira-perwira Infanteri yang fleksibel, adaptif, kompeten dan penuh percaya diri serta ditunjang semangat dan etos keprajuritan Infanteri yang unggul. Namun pada kurun waktu 2009-2010 telah terjadi berbagai persoalan yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan, sebagai contoh hasil evaluasi penyelenggaraan gladi posko sekolah antar kecabangan yang dilaksanakan baik pada TA.2009 dan TA.2010 menunjukan bahwa telah terjadi degradasi pemahaman tentang apa yang dimaksud gladi posko dan perbedaannya dengan gladi mako dan yang lebih spesifik lagi adalah kompetensi siswa dan dasar kompetensi yang berkaitan dengan materi-materi gladi posko menunjukan hasil kurang dari yang diharapkan dimana siswa hafal dan mampu mengisi format dalam produk-produk gladi posko namun siswa gagal membuatnya agar lebih aplikatif sesuai kondisi yang berlaku pada kenyataan operasi yang sebenarnya.
Dengan menyimak persoalan diatas dapat dikemukakan bahwa selama pembelajaran dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini siswa (pasis) belum didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pengajaran di kelas lebih didominasi pada pemberian informasi-informasi yang harus dihafal agar memperoleh nilai yang tinggi pada pelaksanaan ujian. Otak siswa dipaksa mengingat dan menimbun seluruh data-data yang masuk ke dalam memori otak tanpa dituntut untuk memahami informasi-informasi tersebut dan dikaitkan dengan aplikasi keseharian dan tugas yang akan dilaksanakannya kelak di satuan, sehingga siswa telah lulus dalam berbagai level pendidikan yang terjadi adalah siswa pintar secara teoritis, namun miskin akan aplikasi. Kenyataan ini berlaku hampir di seluruh pelajaran. Mata pelajaran pengetahuan (Science), misalnya misalnya Taktik, Dinas staf dan Binlat tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berfikir tidak digunakan secara baik dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Hal ini juga diperburuk oleh rendahnya kompetensi gumil dan pembuat kurikulum, sebagai contoh misalnya mata pelajaran Nikgarlat khususnya evaluasi latihan pada level Diksarcabif, SPI sampai dengan Susdanyon dipelajari namun yang diberikan pada semua tingkatan sama mulai dari pendahuluan , ketentuan umum dan seterusnya. Padahal tujuan keluar pendidikan pada setiap jenis pendidikan yang berbeda akan berbeda pula. Ada juga yang memiliki pemahaman yang lebih sempit lagi bahwa Diksarcabif hanya kulitnya saja sebagai pokok bahasan sedangkan pendidikan lanjutannya adalah semakin mendalam dalam pembahasannya.
Bisa dibayangkan apa yang terjadi di satuan-satuan Infanteri jika seorang Danton hanya memahami kulit-kulitnya saja tentang evaluasi latihan dan harus menunggu menjadi Danyonif terlebih dahulu agar dapat menguasai evaluasi latihan, padahal pada kenyataannya Danton harus menguasai evaluasi latihan sesuai lingkup latihan yang menjadi tataran kewenangannya yang meliputi bagaimana metode evaluasi, kapan evaluasi dilaksanakan, data-data apa yang harus dimiliki dan dianalisa serta apa hasil yang harus diperoleh dari proses evaluasi tersebut. Sehingga semakin tinggi level jabatan akan berimplikasi pada tugas-tugas pejabat tersebut dalam melaksanakan evaluasi latihan. Sungguh menjadi keprihatinan bagi satuan-satuan Infanteri ketika hal ini terjadi dan masih berlangsung sampai dengan saat ini.
Berbagai persoalan lainnya dapat kita jumpai pula dalam proses di kelas misalnya, mata pelajaran kejuangan dan kepemimpinan, atau dikenal di kalangan siswa adalah ilmu dewa-dewa, mata pelajaran ini belum memberikan pengaruh perubahan sikap dan nilai serta arah dan tujuan pembentukan sikap juang keperwiraan. Pengembangan sikapnya sesuai kondisi-kondisi ilmu kejuangan dan kepemimpinan yang diberikan baru pada tahapan mempelajari studi kasus, teori dan mengambil pelajaran persoalan binsat yang disediakan sehingga siswa hanya bisa menjadi komandan, namun tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan ditopang dengan pemahaman sikap dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan kesehariannya.
Pada mata pelajaran bahasa Inggris belum banyak memberikan kemampuan berbahasa sebagai ilmu ketimbang bahasa sebagai alat komunikasi sehingga bahasa yang digunakan tidak mampu melakukan proses komunikasi yang efektif. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah kompetensi komunikasi perwira Infanteri. Kompetensi komunikasi terutama lewat tulisan baik berupa Taskap, Karmil dan Essay belum memberikan terobosan dan kemajuan yang signifikan karena para siswa baru pada tahapan menghafal bagaimana caranya menulis, tetapi ketika harus menulis secara langsung, siswa bingung harus dari mana memulainya. Gejala-gejala dan kondisi seperti ini merupakan suatu kejadian yang sudah berlangsung lama dan merupakan hasil proses pendidikan di militer. Pendidikan terlalu menjejali otak siswa/pasis dengan berbagai mata pelajaran yang harus dihafal bukan mengarahkan bagaimana materi pelajaran tersebut digunakan dan diaplikasikan ke dalam suatu pekerjaan.
Pendidikan mulai dari level apapun seyogyanya diarahkan untuk membentuk dan membangun perwira Infanteri dengan karakter pemimpin dengan berbagai kesulitan ancaman, penderitaan dan bahaya sebagai konsekuensi sifat pertempuran jarak dekat dan ciri-ciri pertempuran Infanteri. Namun yang terjadi hasil keluaran pendidikan gagal mewujudkan perwira yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan persoalan Binsat If dan menjadikan perwira Infanteri yang kreatif dan inovatif dengan berbagai tampilan kompetensi keunggulannya. Ada beberapa hal yang penting untuk mengkritisi konsep pendidikan yang selama ini telah dan masih berlangsung diantaranya sebagai berikut :
Pertama, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, pendidikan bukanlah hal yang dilaksanakan secara rutinitas atau tugas reguler belaka, namun membutuhkan suatu perencanaan yang tepat, teliti dan kompleks. Selama ini penyelenggaraan pendidikan sudah mengacu pada peranti-peranti lunak yang mengatur bagaimana penyelenggaraan pendidikan tersebut, namun yang terjadi baru pada tahapan mengikuti bentuk produk yang harus dibuat dan dikerjakan berdasarkan format yang telah ditentukan, namun secara aplikatif masih jauh dari harapan, karena keterbatasan pemahaman dan kecerdasan dalam mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam bentuk nyata, bila fokus penyelenggaraan ini terarah maka sasaran utamanya adalah gumil dan pelatih serta siswa. Sehingga baik gumil maupun pelatih harus berlatih untuk mewujudkan pencapaian sasaran dan tujuan pendidikan dan siswa diarahkan untuk meraih sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
Kedua, Proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pada pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan secara seimbang. Pendidikan yang hanya mementingkan salah satu diantaranya tidak akan membentuk perwira yang berkembang secara utuh.
Ketiga, Suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar siswa dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti pendidikan adalah upaya pengembangan potensi siswa. Dengan demikian siswa harus dipandang sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar siswa dapat menghafal data dan fakta.
Keempat, Akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan perwira memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, satuan, bangsa dan negara. Proses pendidikan berujung pada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan siswa sesuai kebutuhan. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan keterampilan) yang menjadi arah dan tujuan yang harus diupayakan. Para gumil masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikannya, seolah-olah mata pelajaran yang satu terlepas dari mata pelajaran yang lainnya. Hal ini karena selama ini belum ada standar pedoman yang mengatur pelaksanaan proses pendidikan. Belum ada pedoman yang bisa dijadikan rujukan bagaimana proses pendidikan berlangsung. Karena itu standar proses pendidikan bisa dirumuskan dan diterapkan manakala telah tersusun standar kompetensi kelulusannya.
Kemampuan gumil dalam pengelolaan pembelajaran tidak merata sesuai dengan latar belakang pendidikan gumil serta motivasi dan kecintaan mereka terhadap profesinya. Ada gumil yang dalam melaksanakan pengelolaaan pembelajaran dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui perencanaan yang matang, dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dan memperhatikan taraf perkembangan intelektual dan perkembangan psikologi belajar siswa. Gumil yang demikian akan dapat menghasilkan kualitas lulusan yang lebih tinggi dibandingkan dengan gumil yang dalam pengelolaan pembelajarannya dilakukan seadanya tanpa mempertimbangkan berbagai faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran.
Memahami Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem, dengan demikian pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak yang dapat mempengaruhi proses pendidikan, namun demikian tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas pendidikan dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen pendidikan secara serempak. Hal ini selain komponen-komponen itu keberadaannya terpencar juga kita sulit menentukan kadar keberpengaruhan setiap komponen. Komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen gumil. Hal ini wajar, sebab gumil dan pelatih merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subyek dan obyek belajar.
Gumil sebagai jabatan fungsional yang profesional
Kita sering mengenal istilah jabatan fungsional dan struktural dalam lingkup sistem pembinaan karir perwira, fungsional adalah salah satu jenis jabatan yang menitikberatkan pada fungsi seseorang yang ditopang dengan kemampuan keilmuan baik secara kecerdasan maupun skill yang dibutuhkan organisasi dalam pelaksanaan tugasnya sehingga orang akan menentukan karier pejabat fungsional dengan pemahaman mendasar apakah pejabat tersebut telah melaksanakan tugas sesuai fungsinya ? dan apakah fungsi yang diemban telah sesuai dengan kompetensi mendasar yang harus dimiliki sesuai tujuan fungsi tersebut ? sehingga kenaikan pangkat dan jabatan seorang pejabat fungsional tidak akan sama dengan pejabat struktural, karena pejabat fungsional tidak lagi menunggu waktu atau periode tertentu agar bisa dinaikkan pangkatnya namun berdasarkan derajat keilmuan dan skill yang dimilikinya yang dapat teruji secara akademis dan ilmiah serta akuntabel.
Meyakinkan pada semua orang terutama gumil bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan profesional merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses pendidikan sesuai dengan harapan. Banyak orang termasuk gumil sendiri yang meragukan bahwa gumil merupakan pekerjaan profesional. Ada yang beranggapan setiap orang bisa menjadi gumil, walaupun mereka tidak memahami ilmu kegumilan dapat saja dianggap sebagai gumil, asal paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat seperti itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksud cara memberi instruksi(CMI) atau cara menyampaikan informasi, apakah pandangan ini benar ? Pendapat ini bisa dibenarkan apabila pemahamanan mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi pelajaran atau slide yang ditayangkan. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sederhana. Pada proses pembelajaran bukanlah sesuatu yang sesederhana itu karena proses mengajar bukan sekedar menyampaikan materi belaka, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku dan kecerdasan siswa sesuai tujuan keluaran pendidikan. Dalam pembelajaran terdapat kegiatan membimbing di dalamnya agar siswa mampu memiliki keterampilan intelektual dan motorik serta nilai-nilai kehidupan yang berguna bagi pengabdiannya serta pergaulannya di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, seorang gumil dan pelatih perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat sesuai taraf perkembangan karir dan golongan jabatan serta memanfaatkan berbagi sumber daya dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
“A Teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James Cooper,1990)
Untuk meyakinkan bahwa gumil dan pelatih sebagai pekerjaan profesional maka kita perlu memahami terlebih dahulu ciri-ciri pokok dan syarat-syarat pekerjaan profesional :
Pertama, Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan profesional sehingga kinerjanya sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kedua, Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu dan spesifik sesuai jenis profesinya, sehingga dapat dipisahkan dengan jelas satu profesi dengan yang lainnya.
Ketiga, Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pedidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikannya semakin tinggi pula penghargaan masyarakat yang diperoleh.
Keempat, Suatu profesi harus memberikan dampak terhadap lingkungan sosial kemasyarakatan atau dalam lingkup militer adalah lingkungan prajurit, sehingga prajurit memiliki kepekaan yang tinggi sebagai dampak yang ditimbulkan dari pekerjaan yang dilakukannya.
Mengajar sebagai Pekerjaan Profesional
“A professional is a person who possesses some spesialized knowledge and skills, can weigh alternatives and select from among a number of potentially productive actions one that is particularly appropiate in a given situation” (James M. Cooper, 1990;26)
Mengajar bukanlah menyampaikan materi pelajaran saja, pemahaman ini sangat penting karena tidak akan mungkin siswa bisa menjadi pejabat sesuai keluaran pendidikan melalui tugas-tugas yang diajarkan berdasarkan seluruh pelajaran yang diberikan, sehingga seluruh prajurit akan menjadi apa yang diharapkan sesuai tugas-tugas keluaran pendidikan karena gumil tidak hanya membagi informasi tanpa adanya kecerdasan kognitif, psikomotorik dan afektif.
Tugas seorang guru harus memiliki bidang keahlian yang jelas, berbagai tugas yang diberikan pada akhirnya adalah menciptakan hasil sesuai harapan yang ditetapkan. Kompetensi seorang gumil dapat diwujudkan apabila gumil dan pelatih memiliki bidang keahlian yang jelas. Bagaimana bidang keahlian dapat dimiliki, dapat terukur secara standar dan pada akhirnya bermanfaat bagi lingkungannya. Maka sudah menjadi konsekuensi profesional bagi siapa yang ingin menjadi gumil harus memiliki keahlian.
Menjadi gumil harus memiliki pemahaman dan pengetahuan dan keterampilan penunjang.
Pemahaman merupakan dasar untuk menguasai suatu pekerjaan, pemahaman dapat diperoleh melalui pengetahuan teori, dijabarkan melalui kecerdasan kognitif dan dapat diaplikasikan sehingga memiliki pengalaman kemudian pengalaman-pangalaman tersebut ditransfer menjadi pengetahuan yang memiliki nilai kearifan. Disamping kemampuan seorang gumil harus memiliki kemampuan dan keterampilan misalnya kemampuan IT, komunikasi, dan lain-lain.
Tugas gumil adalah tugas terhormat. Menjadi seorang gumil dan pelatih adalah menjadi manusia dan prajurit kelas satu, karena prasyarat menjadi gumil dan pelatih diatas kriteria prajurit pada umumnya. Dan yang membuat gumil lebih istimewa adalah gumil akan menjadi terhormat karena jasa-jasanya dan karena terpanggil oleh negara dan bangsa.
Pekerjaan gumil bukanlah pekerjaan statis.
Ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang sepanjang hayat manusia. Pekerjaan gumil dan pelatih erat kaitannya dengan bidang keilmuan, semakin berkembang ilmu pengetahuan maka akan menuntut gumil untuk beradaptasi, inovatif dan siap dengan kemungkinan perubahan-perubahan yang berlaku. Hal ini berImplikasi terhadap tugas-tugas gumil artinya bahwa gumil harus selalu mengup-date, mengikuti dan melakukan terobosan-terobosan yang signifikan sehingga dinamis dan tidak diam.
Kompetensi Profesional gumil dan pelatih
Sebagai suatu profesi, Gumil dan pelatih memiliki sejumlah kompetensi yang meliputi kompetensi pribadi dan profesional.
1. Kompetensi pribadi
Gumil dan pelatih merupakan sosok pribadi yang ideal, karena itu gumil dan pelatih dipandang sebagi model prajurit yang patut dijadikan contoh sebagai panutan dan model sehingga memiliki kemampuan pengembangan kepribadian diataranya :
Kemampuan yang beruhubungan pengamalan ajaran beragama sesuai keyakinan agama yang dianut, kemampuan menghormati keberanekaragaman agama dan kepercayaan serta toleransi antar umat beragama, kemampuan berprilaku sesuai norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku, Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai gumil dan pelatih , Bersifat demokratis dan terbuka serta menghindari hal-hal yang bertentangan dengan kultur akademis.
2. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas kegumilan dan pelatihan. Kompetensi ini merupakan kompetensi penting karena wujud performa gumil dan pelatih terlihat disini, seorang gumil dan pelatih dikatakan profesional bila sesuai kriteria kompetensi profesional yang harus dimilikinya diantaranya : Gumil memiliki kemampuan akademis, berpikir dan bertindak seseuai kaidah keilmuan, menjadikan diri terbuka dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu menerapkan dan menguasai ilmu kependdidikan/pedagogik dll.
MENGOPTIMALKAN PERAN GUMIL DAN PELATIH DALAM PROSES PEMBELAJARAN
1. Gumil dan pelatih sebagai sumber belajar
Peran gumil dan pelatih sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang gumil dan pelatih hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan gumil dan pelatih yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga ia benar-benar berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apa pun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dikatakan gumil dan pelatih yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku gumil dan pelatih yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga gumil dan pelatih akan sulit mengendalikan siswa.
Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya gumil dan pelatih melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Sebaiknya gumil dan pelatih memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa. Hal ini untuk menjaga agar gumil dan pelatih memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa. Dalam perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, bisa terjadi siswa lebih “pintar” dibandingkan gumil dan pelatih dalam hal penguasaan informasi. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar gumil dan pelatih tidak ketinggalan informasi, sebaiknya gumil dan pelatih memiliki bahan-bahan yang lebih banyak dibandingkan siswa. Misalnya, melacak bahan-bahan dari internet, atau dari bahan cetak terbitan terakhir, atau berbagai informasi dari media massa.
b. Gumil dan pelatih dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya kecepatan belajar diatas rata-rata siswa yang lain. Siswa yang demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenaan dengan materi pelajaran.
c. Gumil dan pelatih perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti, yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, mana materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi gumil dan pelatih dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar
2. Gumil dan pelatih sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, gumil dan pelatih berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering gumil dan pelatih bertanya: bagaimana caranya agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran ? Pertanyaan itu sekilas memang ada benarnya. Melalui usaha yang sungguh-sungguh, gumil dan pelatih ingin agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran dengan baik. Namun demikian, pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran berorientasi pada gumil dan pelatih. Oleh sebab itu, akan lebih bagus manakala pertanyaan tersebut diarahkan pada siswa, misalnya apa yang harus dilakukan siswa agar siswa mudah mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut mengandung makna kalau tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat peran fasilitator dalam proses pembelajaran.
Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran.
a. Gumil dan pelatih perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media akan sangat diperlukan, pemahaman akan fungsi media sangat diperlukan, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik yang berbeda.
b. Gumil dan pelatih perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh gumil dan pelatih profesional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal.
c. Gumil dan pelatih dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap gumil dan pelatih untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Berbagai perkembangan teknologi informasi memungkinkan setiap gumil dan pelatih bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok.
d. Sebagai fasilitator, gumil dan pelatih dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
3. Gumil dan pelatih sebagai pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran, gumil dan pelatih berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik gumil dan pelatih dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.
Menurut Ivor K. Devais, salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya gumil dan pelatih. Dalam hubungannya dengan pengelolaan pembelajaran, Alvin C. Eurich menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan gumil dan pelatih, sebagi berikut :
a. Segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b. Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
c. Seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
d. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti.
e. Apabila siswa diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Sebagai manajer, gumil dan pelatih memiliki empat fungsi umum, yaitu :
a. Merencanakan tujuan belajar
b. Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar.
c. Memimpin, yang meliputi memotivasi, mendorong dan menstimulasi siswa.
d. Mengawasi segala sesuatu, apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaian tujuan.
Walaupun keempat fungsi itu merupakan kegiatan yang terpisah, namun keempatnya harus dipandang sebagai suatu lingkaran atau siklus kegiatan yang berhubungan satu sama lain.
Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan di antaranya meliputi memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus kegiatan pembelajaran, menentukan topik-topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber-sumber yang diperlukan. Melalui fungsi perencanaan ini, gumil dan pelatih berusaha menjembatani jurang antara di mana murid berada dan ke mana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir secara kreatif dan imajinatif, serta meliputi sejumlah besar kegiatan yang pada hakikatnya tidak teratur dan tidak tersturktur.
Fungsi perorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujudkan tujuan program pendidikan yang telah direncanakan. Pengorganisasian, pengaturan-pengaturan sumber, hanyalah alat atau sarana saja untuk mencapai apa yang harus diselesaikan. Tujuan akhirnya adalah membuat agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama-sama. Harus diingat, pengorganisasian yang efektif hanya dapat diciptakan manakala para siswa dapat belajar secara individual, karena pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai adalah siswa secara individual walaupun pengajaran itu dilaksanakan secara klasikal. Keputusan yang berhubungan dengan pengorganisasian ini memerlukan pengertian mendalam dan perhatian terhadap siswa secara individual.
Fungsi memimpin atau mengarahkan adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin ini adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi murid, sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan akhirnya adalah untuk membangkitkan motivasi dan mendorong murid-murid sehingga mereka menerima dan melatih tanggung jawab untuk belajar mandiri.
Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan keputusan yang terstruktur, walaupun proses tersebut mungkin sangat kompleks, khususnya bila mengadakan kegiatan remedial.
4. Gumil dan pelatih sebagai demonstrator
Yang dimaksud dengan peran gumil dan pelatih sebagi demostrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks gumil dan pelatih sebagai demonstator. Pertama, sebagai demonstrator berarti gumil dan pelatih harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan, gumil dan pelatih merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa yang dilakukan gumil dan pelatih akan menjadi acuan bagi siswa. Dengan demikian, dalam konteks ini gumil dan pelatih berperan sebagai model dan teladan bagi setiap siswa. Kedua, sebagi demonstrator gumil dan pelatih harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagi demonstrator erat kaitannya dengan pengaturna strategi pembelajaran yang lebih efektif.
5. Gumil dan pelatih sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Kaunikan bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun mungkin secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu, setiap individu adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut gumil dan pelatih harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaiannya itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
Seorang gumil dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta elah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyirami, memberi pupuk, dan memberi obat pembasmi hama. Demikian juga dengan seorang gumil dan pelatih. Gumil dan pelatih tidak dapat memaksa siswanya jadi “ini” atau jadi “itu”. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas gumil dan pelatih adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat, dan bakatnya. Inilah makna peran pembimbing.
Agar gumil dan pelatih berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, di antaranya: Pertama, gumil dan pelatih harus memiliki pemahaman tentang siswa yang sedang dibimbingnya. Misalnya, pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki siswa. Pemahaman ini sangat penting artinya, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
Kedua, gumil dan pelatih harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik manakala sebelumnya gumil dan pelatih merencanakan hendak dibawa ke mana siswa, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya. Untuk merumuskan tujuan yang sesuai gumil dan pelatih harus memahami segala sesuatu yang berhubungan baik dengan sistem nilai masyarakat maupun dengan kondisi psikologis dan fisiologis siswa, yang kesemuanya itu terkandung dalam kurikulum sebagai pedoman dalam merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki. Di samping itu, gumil dan pelatih juga perlu mampu merencanakan dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh. Proses membimbing adalah proses memberikan bantuan kepada siswa, dengan demikian yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah siswa itu sendiri.
6. Gumil dan pelatih sebagai motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi adalah salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan kemampuannya. Dengan demikian, siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Kemudian apa yang disebut motivasi itu?
Woodwort (1955:337) mengatakan : ”A motive is a set predispose the individual of certain Activities and for seeking certain goals.” Sesuatu motif adalah suatu set yang bisa membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, perilaku atau tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motif yang dimilikinya. Hal ini diungkapkan oleh Arden (1957) “Motives in internal condition arouse sustain, direct and determain the intensity of learning effort, and also define the set satisfying or unsastifying consequences of goal”
Dari definisi yang tersebut maka jelas, kuat lemahnya atau semangat tidaknya usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan akan ditentukan oleh kuat lemahnya motif yang dimiliki orang tersebut. Motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Motivasi merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan seseorang. Hilgard mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi muncul dari dalam diri seseorang.
Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul karena kebutuhan. Seseorang akan terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan keadaan ketidakseimbangan (ketidakpuasan), yaitu ketegangan-ketegangan, dan ketegangan itu akan hilang manakala kebutuhan itu telah terpenuhi.
Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, gumil dan pelatih dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk :
a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya gumil dan pelatih menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai.
b. Membangkitkan minat siswa
siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa, diantaranya :
1) Hubungan bahan belajar akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian gumil dan pelatih perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
2) Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
3) Gunakan pelbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.
c. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu gumil dan pelatih sekali-kali dapat melakukan hal-hal yang lucu.
d. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata, justru ada anak yang merasa tidak senang dengan kata-kata. Pujian sebagai penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan.
e. Berilah penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh hasil yang bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.
f. Berilah kesempatan terhadap hasil pekerjaan siswa.
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan komentar yang positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu”, dan lain sebagainya. Komentar yagn positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
g. Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, gumil dan pelatih harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun antar-individu. Namun demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yang memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan cooperative learning dapat mempertimbangkan untuk menciptakan persaingan antar kelompok.
Di samping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar siswa di atas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang sifatnya negatif seperti memberikan hukuman, teguran dan kecaman, memberikan tugas yang sedikit berat (menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan membangkitkan motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih merugikan siswa. Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.
7. Gumil dan pelatih sebagai evaluator
Sebagai evaluator, gumil dan pelatih berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan gumil dan pelatih dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogram.
Kesimpulan, Berbagai ulasan baik data, fakta dan pengetahuan dan pemahaman berdasarkan pemetaan berpikir penulis memberikan suatu kesimpulan yang bermuara pada suatu pendapat tentang perlunya merevitalisasi peran gumil dan pelatih yang selama ini ada dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Pusdikif. Kondisi-kondisi nyata sebagai indikator adanya berbagai persoalan kualitas gumil dan pelatih di Pusdikif memberikan motivasi pada seluruh perwira Infanteri agar dapat memberikan sumbang saran dan buah pemikirannya guna terwujudnya gumil-gumil yang berkarakter, berwawasan luas, cerdas dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan koprs Infanteri TNI AD. Dengan demikian penulis pada kesempatan penulisan ini memberikan saran-saran dalam lingkup pengetahuan dan pemahaman penulis yang masih perlu mendalami lagi apa yang harus dikuasai bila kita mendiskusikan tentang pendidikan keinfanterian, sehingga saran-sarannya adalah sebagai berikut :
Pertama, Perlunya revisi kurikulum dan peranti lunak masalah kependidikan yang diajarkan pada pendidikan Susgumil.
Kedua, Perlunya pembentukan komuniti gumil dan pelatih sebagai wahanan komunikasi antar gumiL yang jauh dari kultur-kultur komando dan lebih mengutamakan kultur ilmiah dan akademis sebagai wadah kerja sama gumil baik antar departemen maupun antar pusdik sejajaran Kodiklat TNI AD dengan memanfaatkan dan memaksimalkan fasilitas e-learning dan waktu dan sumber daya lainnya yang tersedia.
Ketiga, Perlunya penataran dan sosialisasi peningkatan peran gumil dan seminar pendidikan TNI AD sebagai pencerahan bagi para personel yang mengawaki pendidikan di pusdik-pusdik sejajaran Kodiklat TNI AD.
Keempat, Perlunya dibentuk tim riset yang bekerja sama dengan para praktisi pendidikan luar guna memformulasikan standar kompetensi gumil dan pelatih sesuai jenis pendidikan yang berlaku di kalangan militer.
Kelima, Perlunya uji coba metode lesson study sebagai kegiatan dalam rangka peningkatan keilmuan gumil dan bidang studi yang diajarkan oleh gumil di pusdik-pusdik.
Demikian berbagai ungkapan dan pendapat penulis yang tertuang dalam “REVITALISASI PERAN GURU DALAM PERSPEKTIF PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN INFANTERI” tanpa maksud dapat merugikan pihak terkait di dalamnya dan semata-mata hanya wujud tanggung jawab moral dan kecintaan penulis kepada korps Infanteri TNI AD agar benar-benar menjadi Queen Of Battle yang sebenarnya.
Bandung, Oktober 2010
Penulis
H e n d r i
Mayor Inf Nrp.11970035260675
Dalam penulisan ini sudah bagus sehingga harus apat dikembangkan lagi,untuk menghasilkan Gumil dan pelatih yang berkualitas diharapkan dapat mengembangkannya dengan maksimal.
BalasHapus