Rabu, 10 November 2010

Revitalisasi Peran Gumil dan Pelatih

REVITALISASI PERAN GUMIL DAN PELATIH
DALAM PERSPEKTIF PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI PUSAT PENDIDIKAN INFANTERI
Oleh : Mayor Inf Hendri

PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan perubahan dan dampak yang signifikan dan dapat dirasakan pengaruhnya pada proses penyelenggaraan pendidikan keinfanterian. Dalam tinjauan dimensi  pendidikan, penyelenggaraan pendidikan di Pusdikif lebih mengutamakan pendidikan yang memberikan corak keinfanterian dalam setiap level pendidikan yang dilaksanakan sehingga hal tersebut dapat menunjukan perwujudan kesungguhan lembaga guna mewujudkan perwira-perwira Infanteri yang fleksibel, adaptif, kompeten dan penuh percaya diri serta ditunjang semangat dan etos keprajuritan Infanteri yang unggul. Namun pada kurun waktu 2009-2010 telah terjadi berbagai persoalan yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan, sebagai contoh hasil evaluasi penyelenggaraan gladi posko sekolah antar kecabangan yang dilaksanakan baik pada TA.2009 dan TA.2010 menunjukan bahwa telah terjadi degradasi pemahaman tentang apa yang dimaksud gladi posko dan perbedaannya dengan gladi mako dan yang lebih spesifik lagi adalah kompetensi siswa dan dasar kompetensi yang berkaitan dengan materi-materi gladi posko menunjukan hasil kurang dari yang diharapkan dimana siswa hafal dan mampu mengisi format dalam produk-produk gladi posko namun siswa gagal membuatnya agar lebih aplikatif sesuai kondisi yang berlaku pada kenyataan operasi yang sebenarnya. 
Dengan menyimak persoalan diatas dapat dikemukakan bahwa selama pembelajaran dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini siswa (pasis) belum didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pengajaran di kelas lebih didominasi pada pemberian informasi-informasi yang harus dihafal agar memperoleh nilai yang tinggi pada pelaksanaan ujian. Otak siswa dipaksa mengingat dan menimbun seluruh data-data yang masuk ke dalam memori otak tanpa dituntut untuk memahami informasi-informasi tersebut dan dikaitkan dengan aplikasi keseharian dan tugas yang akan dilaksanakannya kelak di satuan, sehingga siswa telah lulus dalam berbagai level pendidikan yang terjadi adalah siswa pintar secara teoritis, namun miskin akan aplikasi. Kenyataan ini berlaku hampir di seluruh pelajaran. Mata pelajaran pengetahuan (Science), misalnya misalnya Taktik, Dinas staf dan Binlat tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berfikir tidak digunakan secara baik dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Hal ini juga diperburuk oleh rendahnya kompetensi gumil dan pembuat kurikulum, sebagai contoh misalnya mata pelajaran Nikgarlat khususnya evaluasi latihan pada level Diksarcabif,  SPI sampai dengan  Susdanyon dipelajari namun yang diberikan pada semua tingkatan sama mulai dari pendahuluan , ketentuan umum dan seterusnya. Padahal tujuan keluar pendidikan pada setiap jenis pendidikan yang berbeda akan berbeda pula. Ada juga yang memiliki pemahaman yang lebih sempit lagi bahwa Diksarcabif hanya kulitnya saja sebagai pokok bahasan sedangkan pendidikan lanjutannya adalah semakin mendalam dalam pembahasannya.
Bisa dibayangkan apa yang terjadi di satuan-satuan Infanteri jika seorang Danton hanya memahami kulit-kulitnya saja tentang evaluasi latihan dan harus menunggu menjadi Danyonif terlebih dahulu agar dapat menguasai evaluasi latihan, padahal pada kenyataannya Danton harus menguasai evaluasi latihan sesuai lingkup latihan yang menjadi tataran kewenangannya yang meliputi bagaimana metode evaluasi, kapan evaluasi dilaksanakan, data-data apa yang harus dimiliki dan dianalisa serta apa hasil yang harus diperoleh dari proses evaluasi tersebut. Sehingga semakin tinggi level jabatan akan berimplikasi pada tugas-tugas pejabat tersebut dalam melaksanakan evaluasi latihan. Sungguh menjadi keprihatinan bagi satuan-satuan Infanteri ketika hal ini terjadi dan masih berlangsung sampai dengan saat ini.
Berbagai persoalan lainnya dapat kita jumpai pula dalam proses di kelas misalnya, mata pelajaran kejuangan dan kepemimpinan, atau dikenal di kalangan siswa adalah  ilmu dewa-dewa, mata pelajaran ini belum memberikan pengaruh perubahan sikap dan nilai serta arah dan tujuan pembentukan sikap juang keperwiraan. Pengembangan sikapnya sesuai kondisi-kondisi ilmu kejuangan dan kepemimpinan yang diberikan baru pada tahapan mempelajari studi kasus, teori dan mengambil pelajaran persoalan binsat yang disediakan sehingga siswa hanya bisa menjadi komandan, namun tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan ditopang dengan pemahaman sikap dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan kesehariannya.
Pada mata pelajaran bahasa Inggris belum banyak memberikan kemampuan berbahasa sebagai ilmu ketimbang bahasa sebagai alat komunikasi sehingga bahasa yang digunakan tidak mampu melakukan proses komunikasi yang efektif. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah kompetensi komunikasi perwira Infanteri. Kompetensi komunikasi terutama lewat tulisan baik berupa Taskap, Karmil dan Essay belum memberikan terobosan dan kemajuan yang signifikan karena para siswa baru pada tahapan menghafal bagaimana caranya menulis, tetapi ketika harus menulis secara langsung, siswa bingung harus dari mana memulainya. Gejala-gejala dan kondisi seperti ini merupakan suatu kejadian yang sudah berlangsung lama dan merupakan hasil proses pendidikan di militer. Pendidikan terlalu menjejali otak siswa/pasis dengan berbagai mata pelajaran yang harus dihafal bukan mengarahkan bagaimana materi pelajaran tersebut digunakan dan diaplikasikan ke dalam suatu pekerjaan.
Pendidikan mulai dari level apapun seyogyanya diarahkan untuk membentuk dan membangun perwira Infanteri dengan karakter pemimpin dengan berbagai kesulitan ancaman, penderitaan dan bahaya sebagai konsekuensi sifat pertempuran jarak dekat dan ciri-ciri pertempuran Infanteri. Namun yang terjadi hasil keluaran pendidikan gagal mewujudkan perwira yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan persoalan Binsat If dan menjadikan perwira  Infanteri yang kreatif dan inovatif dengan berbagai tampilan kompetensi keunggulannya. Ada beberapa hal yang penting untuk mengkritisi konsep pendidikan yang selama ini telah dan masih berlangsung diantaranya sebagai berikut :
Pertama,  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, pendidikan bukanlah hal yang dilaksanakan secara rutinitas atau tugas reguler belaka, namun membutuhkan suatu perencanaan yang tepat, teliti dan kompleks. Selama ini penyelenggaraan pendidikan sudah mengacu pada peranti-peranti lunak yang mengatur bagaimana penyelenggaraan pendidikan tersebut, namun yang terjadi baru pada tahapan mengikuti bentuk produk yang harus dibuat dan dikerjakan berdasarkan format yang telah ditentukan, namun secara aplikatif masih jauh dari harapan, karena keterbatasan pemahaman dan kecerdasan dalam mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam bentuk nyata, bila fokus penyelenggaraan ini terarah maka sasaran utamanya adalah gumil dan pelatih serta siswa. Sehingga baik gumil maupun pelatih harus berlatih untuk mewujudkan pencapaian sasaran dan tujuan pendidikan dan siswa diarahkan untuk meraih sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
Kedua,  Proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pada pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan secara seimbang. Pendidikan yang hanya mementingkan salah satu diantaranya tidak akan membentuk perwira yang berkembang secara utuh.
Ketiga, Suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar siswa dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti pendidikan adalah upaya pengembangan potensi siswa. Dengan demikian siswa harus dipandang sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar siswa dapat menghafal data dan fakta.
Keempat, Akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan perwira memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, satuan, bangsa dan negara. Proses pendidikan berujung pada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan siswa sesuai kebutuhan. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan keterampilan) yang  menjadi arah dan tujuan yang harus diupayakan.   Para gumil masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikannya, seolah-olah mata pelajaran yang satu terlepas dari mata pelajaran yang lainnya. Hal ini karena selama ini belum ada standar pedoman yang mengatur pelaksanaan proses pendidikan. Belum ada pedoman yang bisa dijadikan rujukan bagaimana proses pendidikan berlangsung. Karena itu standar proses pendidikan bisa dirumuskan dan diterapkan manakala telah tersusun standar kompetensi kelulusannya.
Kemampuan gumil dalam pengelolaan pembelajaran tidak merata sesuai dengan latar belakang pendidikan gumil serta motivasi dan kecintaan mereka terhadap profesinya. Ada gumil yang dalam melaksanakan pengelolaaan pembelajaran dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui perencanaan yang matang, dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dan memperhatikan taraf perkembangan intelektual dan perkembangan psikologi belajar siswa. Gumil yang demikian akan dapat menghasilkan kualitas lulusan yang lebih tinggi dibandingkan dengan gumil yang dalam pengelolaan pembelajarannya dilakukan seadanya tanpa mempertimbangkan berbagai faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran.

Memahami Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem, dengan demikian pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak yang dapat mempengaruhi proses pendidikan, namun demikian tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas pendidikan dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen pendidikan secara serempak. Hal ini selain komponen-komponen itu keberadaannya terpencar juga kita sulit menentukan kadar keberpengaruhan setiap komponen. Komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen gumil. Hal ini wajar, sebab gumil dan pelatih merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subyek dan obyek belajar.

Gumil sebagai jabatan fungsional yang profesional
Kita sering mengenal istilah jabatan fungsional dan struktural dalam lingkup sistem pembinaan karir perwira, fungsional adalah salah satu jenis jabatan yang menitikberatkan pada fungsi seseorang yang ditopang dengan kemampuan keilmuan baik secara kecerdasan maupun  skill yang dibutuhkan organisasi dalam pelaksanaan tugasnya sehingga orang akan menentukan karier pejabat fungsional dengan pemahaman mendasar apakah pejabat tersebut telah melaksanakan tugas sesuai fungsinya ? dan apakah fungsi yang diemban telah sesuai dengan kompetensi mendasar yang harus dimiliki sesuai tujuan fungsi tersebut ? sehingga kenaikan pangkat dan jabatan seorang pejabat fungsional tidak akan sama dengan pejabat struktural, karena pejabat fungsional tidak lagi menunggu waktu atau periode tertentu agar bisa dinaikkan pangkatnya namun berdasarkan derajat keilmuan dan skill yang dimilikinya yang dapat teruji secara akademis dan ilmiah serta akuntabel.
Meyakinkan pada semua orang terutama gumil bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan profesional  merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses pendidikan sesuai dengan harapan. Banyak orang termasuk gumil sendiri yang meragukan bahwa gumil merupakan pekerjaan profesional. Ada yang beranggapan setiap orang bisa menjadi gumil, walaupun mereka tidak memahami ilmu kegumilan dapat saja dianggap sebagai gumil, asal paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat seperti itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksud cara memberi instruksi(CMI) atau cara menyampaikan informasi, apakah pandangan ini benar ? Pendapat ini bisa dibenarkan apabila pemahamanan mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi pelajaran atau slide yang ditayangkan. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sederhana. Pada proses pembelajaran bukanlah sesuatu yang sesederhana itu karena proses mengajar bukan sekedar menyampaikan materi belaka, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku dan kecerdasan siswa sesuai tujuan keluaran pendidikan. Dalam pembelajaran terdapat kegiatan membimbing di dalamnya agar siswa mampu memiliki keterampilan intelektual dan motorik serta nilai-nilai kehidupan yang berguna bagi pengabdiannya serta pergaulannya di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, seorang gumil dan pelatih perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat sesuai taraf perkembangan karir dan golongan jabatan serta memanfaatkan berbagi sumber daya dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
“A Teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James Cooper,1990)
Untuk meyakinkan bahwa gumil dan pelatih sebagai pekerjaan profesional maka kita perlu memahami terlebih dahulu ciri-ciri pokok dan syarat-syarat pekerjaan profesional :
Pertama, Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin  diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan profesional sehingga kinerjanya sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kedua, Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu dan spesifik sesuai jenis profesinya, sehingga dapat dipisahkan dengan jelas satu profesi dengan yang lainnya.
Ketiga, Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pedidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikannya semakin tinggi pula penghargaan masyarakat yang diperoleh.
Keempat, Suatu profesi harus memberikan dampak terhadap lingkungan sosial kemasyarakatan atau dalam lingkup militer adalah lingkungan prajurit, sehingga prajurit memiliki kepekaan yang tinggi sebagai dampak yang ditimbulkan dari pekerjaan yang dilakukannya.

Mengajar sebagai Pekerjaan Profesional
          “A professional is a person who possesses some spesialized knowledge and skills, can weigh alternatives and select from among a number of potentially productive actions one that is particularly appropiate in a given situation” (James M. Cooper, 1990;26)
          Mengajar bukanlah menyampaikan materi pelajaran saja, pemahaman ini sangat penting karena tidak akan mungkin siswa bisa menjadi pejabat sesuai keluaran pendidikan melalui tugas-tugas yang diajarkan berdasarkan seluruh pelajaran yang diberikan, sehingga seluruh prajurit akan menjadi apa yang diharapkan sesuai tugas-tugas keluaran pendidikan karena gumil tidak hanya membagi informasi tanpa adanya kecerdasan kognitif, psikomotorik dan afektif.
Tugas seorang guru harus memiliki bidang keahlian yang jelas, berbagai tugas yang diberikan pada akhirnya adalah menciptakan hasil sesuai harapan yang ditetapkan. Kompetensi seorang gumil dapat diwujudkan apabila gumil dan pelatih memiliki bidang keahlian yang jelas. Bagaimana bidang keahlian dapat dimiliki, dapat terukur secara standar dan pada akhirnya bermanfaat bagi lingkungannya. Maka sudah menjadi konsekuensi profesional bagi siapa yang ingin menjadi gumil harus memiliki keahlian.
          Menjadi gumil harus memiliki pemahaman dan pengetahuan dan keterampilan penunjang.
Pemahaman merupakan dasar untuk menguasai suatu pekerjaan, pemahaman dapat diperoleh melalui pengetahuan teori, dijabarkan melalui kecerdasan kognitif dan dapat diaplikasikan sehingga memiliki pengalaman kemudian pengalaman-pangalaman tersebut ditransfer menjadi pengetahuan yang memiliki nilai kearifan. Disamping kemampuan seorang gumil harus memiliki kemampuan dan keterampilan misalnya kemampuan IT, komunikasi, dan lain-lain.
Tugas gumil adalah tugas terhormat. Menjadi seorang gumil dan pelatih adalah menjadi manusia dan prajurit kelas satu, karena prasyarat menjadi gumil dan pelatih diatas kriteria prajurit pada umumnya. Dan yang membuat gumil lebih istimewa adalah gumil akan menjadi terhormat karena jasa-jasanya dan karena terpanggil oleh negara dan bangsa.
          Pekerjaan gumil bukanlah pekerjaan statis.
Ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang sepanjang hayat manusia. Pekerjaan gumil dan pelatih erat kaitannya dengan bidang keilmuan, semakin berkembang ilmu pengetahuan maka akan menuntut gumil untuk beradaptasi, inovatif dan  siap dengan  kemungkinan perubahan-perubahan yang berlaku. Hal ini berImplikasi terhadap tugas-tugas gumil artinya bahwa gumil harus  selalu mengup-date, mengikuti dan melakukan terobosan-terobosan yang signifikan sehingga dinamis dan tidak diam.

Kompetensi Profesional gumil dan pelatih
Sebagai suatu profesi, Gumil dan pelatih memiliki sejumlah kompetensi yang meliputi kompetensi pribadi dan profesional.
1.     Kompetensi pribadi
        Gumil dan pelatih merupakan sosok pribadi yang ideal, karena itu gumil dan pelatih dipandang sebagi model prajurit yang patut dijadikan contoh sebagai panutan dan model sehingga memiliki kemampuan pengembangan kepribadian diataranya :
Kemampuan yang beruhubungan pengamalan ajaran beragama sesuai keyakinan agama yang dianut, kemampuan menghormati keberanekaragaman agama dan kepercayaan serta toleransi antar umat beragama, kemampuan berprilaku sesuai norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku, Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai gumil dan pelatih , Bersifat demokratis dan terbuka serta menghindari hal-hal yang bertentangan dengan kultur akademis.
2.     Kompetensi Profesional
        Kompetensi profesional adalah kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas kegumilan dan pelatihan. Kompetensi ini merupakan kompetensi penting karena wujud performa gumil dan pelatih terlihat disini, seorang gumil dan pelatih dikatakan profesional bila sesuai kriteria kompetensi profesional yang harus dimilikinya diantaranya : Gumil memiliki kemampuan akademis, berpikir dan bertindak seseuai kaidah keilmuan, menjadikan diri terbuka dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu menerapkan dan menguasai ilmu kependdidikan/pedagogik dll.

MENGOPTIMALKAN PERAN GUMIL DAN PELATIH DALAM PROSES PEMBELAJARAN

1.     Gumil dan pelatih sebagai sumber belajar
        Peran gumil dan pelatih sebagai sumber belajar  merupakan peran yang sangat  penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan  erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang gumil dan pelatih  hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan gumil dan pelatih yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga ia benar-benar berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apa pun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya,  dikatakan gumil dan pelatih yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebih  sering duduk di kursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku gumil dan pelatih yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga gumil dan pelatih akan sulit mengendalikan siswa.
        Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya gumil dan pelatih melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.     Sebaiknya gumil dan pelatih memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa. Hal ini untuk menjaga agar gumil dan pelatih memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa. Dalam perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, bisa terjadi siswa lebih “pintar” dibandingkan gumil dan pelatih dalam hal penguasaan informasi. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar gumil dan pelatih tidak ketinggalan informasi, sebaiknya gumil dan pelatih memiliki bahan-bahan yang lebih banyak dibandingkan siswa. Misalnya, melacak bahan-bahan dari internet, atau dari bahan cetak terbitan terakhir, atau berbagai informasi dari media massa.
b.     Gumil dan pelatih dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya kecepatan belajar diatas rata-rata siswa yang lain. Siswa yang demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenaan dengan materi pelajaran.
c.     Gumil dan pelatih perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti, yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, mana materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi gumil dan pelatih dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar
2.     Gumil dan pelatih sebagai fasilitator
        Sebagai fasilitator, gumil dan pelatih berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai  sering gumil dan pelatih bertanya: bagaimana caranya agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran ? Pertanyaan itu sekilas memang ada benarnya. Melalui usaha yang sungguh-sungguh, gumil dan pelatih ingin agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran dengan baik. Namun demikian, pertanyaan tersebut  menunjukkan bahwa proses pembelajaran berorientasi pada gumil dan pelatih. Oleh sebab itu, akan lebih bagus manakala pertanyaan tersebut diarahkan pada siswa, misalnya apa yang harus dilakukan siswa agar siswa mudah mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut mengandung makna kalau tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat peran fasilitator dalam proses pembelajaran.
        Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran.
a.     Gumil dan pelatih perlu  memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta  fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media akan sangat diperlukan, pemahaman akan fungsi media  sangat diperlukan, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik yang berbeda.
b.     Gumil dan pelatih perlu mempunyai keterampilan  dalam merancang  suatu  media. Kemampuan  merancang media merupakan  salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh gumil dan pelatih profesional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya  tujuan pembelajaran akan tercapai  secara optimal.
c.     Gumil dan pelatih dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap gumil dan pelatih untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Berbagai perkembangan teknologi informasi memungkinkan setiap gumil dan pelatih bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok.
d.     Sebagai fasilitator, gumil dan pelatih dituntut agar  mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi  dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi  secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.

3.     Gumil dan pelatih sebagai pengelola
        Sebagai pengelola pembelajaran, gumil dan pelatih berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara  nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik gumil dan pelatih dapat  menjaga kelas agar tetap kondusif  untuk terjadinya  proses belajar seluruh siswa.
        Menurut Ivor K. Devais, salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya gumil dan pelatih. Dalam hubungannya dengan pengelolaan  pembelajaran, Alvin C. Eurich menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan gumil dan pelatih, sebagi berikut :
a.     Segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b.     Setiap siswa yang belajar  memiliki kecepatan  masing-masing.
c.     Seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai  melaksanakan tahapan kegiatan diberikan  reinforcement.
d.     Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti.
e.     Apabila siswa diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
        Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Sebagai manajer, gumil dan pelatih memiliki empat fungsi umum, yaitu :
a.     Merencanakan tujuan belajar
b.     Mengorganisasikan berbagai sumber belajar  untuk mewujudkan tujuan belajar.
c.     Memimpin, yang meliputi memotivasi, mendorong dan menstimulasi siswa.
d.     Mengawasi segala sesuatu, apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaian tujuan.
        Walaupun keempat fungsi itu merupakan kegiatan yang terpisah, namun keempatnya harus dipandang sebagai suatu lingkaran atau siklus kegiatan yang berhubungan satu sama lain.
        Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan di antaranya meliputi memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus kegiatan pembelajaran, menentukan topik-topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber-sumber yang diperlukan. Melalui fungsi perencanaan ini, gumil dan pelatih berusaha menjembatani jurang antara di mana murid berada dan ke mana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir secara kreatif dan imajinatif, serta meliputi sejumlah besar kegiatan  yang pada hakikatnya tidak teratur dan tidak tersturktur.
        Fungsi perorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujudkan tujuan program pendidikan yang telah direncanakan. Pengorganisasian, pengaturan-pengaturan sumber, hanyalah alat atau sarana saja untuk mencapai apa yang harus diselesaikan. Tujuan akhirnya adalah membuat agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama-sama. Harus diingat, pengorganisasian yang efektif hanya dapat diciptakan manakala para siswa dapat belajar secara individual, karena pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai adalah siswa secara individual walaupun pengajaran itu dilaksanakan secara klasikal. Keputusan yang berhubungan dengan pengorganisasian ini memerlukan pengertian mendalam dan perhatian terhadap siswa secara individual.
        Fungsi memimpin atau mengarahkan adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin ini adalah berhubungan  dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi murid, sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan akhirnya adalah untuk membangkitkan motivasi dan mendorong murid-murid sehingga mereka menerima dan melatih tanggung jawab untuk belajar mandiri.
        Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan keputusan yang terstruktur, walaupun proses tersebut mungkin sangat kompleks, khususnya bila mengadakan kegiatan remedial.
4.     Gumil dan pelatih sebagai demonstrator
        Yang dimaksud dengan peran gumil dan pelatih sebagi demostrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu  yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks gumil dan pelatih sebagai demonstator. Pertama, sebagai demonstrator  berarti gumil dan pelatih harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan, gumil dan pelatih merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa yang dilakukan gumil dan pelatih akan menjadi acuan bagi siswa. Dengan demikian,  dalam konteks ini gumil dan pelatih berperan sebagai model dan teladan bagi setiap siswa. Kedua, sebagi demonstrator gumil dan pelatih  harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagi demonstrator erat kaitannya dengan pengaturna strategi pembelajaran yang lebih efektif.
5.     Gumil dan pelatih sebagai pembimbing
        Siswa adalah individu yang unik. Kaunikan bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun mungkin secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya  mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu, setiap individu adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut gumil dan pelatih harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaiannya itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
        Seorang gumil dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta elah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyirami, memberi pupuk,  dan memberi obat pembasmi hama. Demikian juga dengan seorang gumil dan pelatih. Gumil dan pelatih tidak dapat memaksa siswanya jadi “ini” atau jadi “itu”. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas gumil dan pelatih adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat, dan bakatnya. Inilah makna peran pembimbing.
        Agar gumil dan pelatih berperan sebagai pembimbing yang baik,  maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, di antaranya: Pertama, gumil dan pelatih harus memiliki pemahaman tentang siswa yang sedang dibimbingnya. Misalnya, pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki siswa. Pemahaman ini sangat penting artinya, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
        Kedua, gumil dan pelatih harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik manakala sebelumnya gumil dan pelatih merencanakan hendak dibawa ke mana siswa, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya. Untuk merumuskan tujuan yang sesuai  gumil dan pelatih harus memahami segala sesuatu yang berhubungan baik dengan sistem nilai masyarakat  maupun dengan kondisi psikologis dan  fisiologis siswa, yang kesemuanya itu terkandung dalam kurikulum sebagai pedoman dalam merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki. Di samping itu, gumil dan pelatih juga perlu mampu merencanakan dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh. Proses membimbing adalah proses memberikan bantuan kepada siswa, dengan demikian  yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah siswa itu sendiri.
6.     Gumil dan pelatih sebagai motivator
        Dalam proses pembelajaran, motivasi adalah salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa kurang  berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan kemampuannya. Dengan demikian, siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Kemudian apa yang disebut  motivasi itu?
        Woodwort (1955:337) mengatakan : ”A motive is a set predispose the individual of certain Activities and for seeking certain goals.” Sesuatu motif adalah suatu set yang bisa membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, perilaku atau tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motif yang dimilikinya. Hal ini diungkapkan oleh Arden (1957) “Motives in internal condition arouse sustain, direct and determain the intensity of learning effort, and also define the set satisfying or unsastifying consequences of goal”
       
Dari definisi yang tersebut  maka jelas, kuat lemahnya  atau semangat tidaknya usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan akan ditentukan oleh kuat lemahnya motif yang dimiliki orang tersebut. Motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Motivasi merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan seseorang. Hilgard mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang  yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi muncul dari dalam diri seseorang.
        Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul karena kebutuhan. Seseorang akan terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan keadaan ketidakseimbangan (ketidakpuasan), yaitu ketegangan-ketegangan, dan ketegangan itu akan hilang manakala kebutuhan itu telah terpenuhi.
        Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, gumil dan pelatih dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk :
a.     Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
        Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya gumil dan pelatih menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai.
b.     Membangkitkan minat siswa
        siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka  memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa, diantaranya :
1)     Hubungan  bahan belajar akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian  gumil dan pelatih perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
2)     Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
3)     Gunakan pelbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.
c.     Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
        Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu gumil dan pelatih sekali-kali dapat melakukan hal-hal yang lucu.
d.     Berilah pujian yang wajar  terhadap setiap keberhasilan siswa.
        Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata, justru ada anak yang merasa tidak senang dengan kata-kata. Pujian sebagai penghargaan  dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan.
e.     Berilah penilaian.
        Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh hasil yang bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.
f.      Berilah kesempatan terhadap hasil pekerjaan siswa.
        Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan komentar yang positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu”, dan lain sebagainya. Komentar yagn positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
g.     Ciptakan persaingan dan kerja sama.
        Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, gumil dan pelatih harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun antar-individu. Namun demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yang memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan  cooperative learning dapat mempertimbangkan untuk menciptakan persaingan antar kelompok.
        Di samping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar siswa di atas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang sifatnya negatif seperti memberikan hukuman, teguran dan kecaman, memberikan tugas yang sedikit berat (menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan membangkitkan motivasi dengan cara-cara semacam itu  lebih merugikan siswa. Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.
7.     Gumil dan pelatih sebagai evaluator
          Sebagai evaluator, gumil dan pelatih berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan  keberhasilan gumil dan pelatih dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogram.

Kesimpulan, Berbagai ulasan baik data, fakta dan pengetahuan dan pemahaman berdasarkan pemetaan berpikir penulis memberikan suatu kesimpulan yang bermuara pada suatu pendapat tentang perlunya merevitalisasi peran gumil dan pelatih yang selama ini ada dalam proses penyelenggaraan pendidikan di Pusdikif. Kondisi-kondisi nyata sebagai indikator adanya berbagai persoalan kualitas gumil dan pelatih di Pusdikif memberikan motivasi pada seluruh perwira Infanteri agar dapat memberikan sumbang saran dan buah pemikirannya guna terwujudnya gumil-gumil yang berkarakter, berwawasan luas, cerdas dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan koprs Infanteri TNI AD. Dengan demikian penulis pada kesempatan penulisan ini memberikan saran-saran dalam lingkup pengetahuan dan pemahaman penulis yang masih perlu mendalami lagi apa yang  harus dikuasai bila kita mendiskusikan tentang pendidikan keinfanterian, sehingga saran-sarannya adalah sebagai berikut :
Pertama, Perlunya revisi kurikulum dan peranti lunak masalah kependidikan yang diajarkan pada pendidikan Susgumil.
Kedua, Perlunya pembentukan komuniti gumil dan pelatih sebagai wahanan komunikasi antar gumiL yang jauh dari kultur-kultur komando dan lebih mengutamakan kultur ilmiah dan akademis sebagai wadah kerja sama gumil baik antar departemen maupun antar pusdik sejajaran Kodiklat TNI AD dengan memanfaatkan dan memaksimalkan fasilitas e-learning dan waktu dan sumber daya lainnya yang tersedia.
Ketiga, Perlunya penataran dan sosialisasi peningkatan peran gumil dan seminar pendidikan TNI AD sebagai pencerahan bagi para personel yang mengawaki pendidikan di pusdik-pusdik sejajaran Kodiklat TNI AD.
Keempat, Perlunya dibentuk tim riset yang bekerja sama dengan para praktisi pendidikan luar guna memformulasikan standar kompetensi gumil dan pelatih sesuai jenis pendidikan yang berlaku di kalangan militer.
Kelima, Perlunya uji coba metode lesson study sebagai kegiatan dalam rangka peningkatan keilmuan gumil dan bidang studi yang diajarkan oleh gumil di pusdik-pusdik.

          Demikian berbagai ungkapan dan pendapat penulis yang tertuang dalam “REVITALISASI PERAN GURU DALAM PERSPEKTIF PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN INFANTERI” tanpa maksud dapat merugikan pihak terkait di dalamnya dan semata-mata hanya wujud tanggung jawab moral dan kecintaan penulis kepada korps Infanteri TNI AD agar benar-benar menjadi Queen Of Battle yang sebenarnya.

Bandung, Oktober 2010
Penulis

H e n d r i
Mayor Inf Nrp.11970035260675

Bagaimana taktik dipahami dan dilatihkan

BAGAIMANA TAKTIK DIPAHAMI DAN DILATIHKAN ?

PENDAHULUAN
            Dalam kehidupan manusia baik secara keseharian maupun di sepanjang kehidupannya, manusia berkembang dan hidup bersosialisasi dengan sesama manusia bahkan dengan makhluk lain ciptaan Nya, sehingga manusia disebut makhluk sosial. Kehidupan sosial menimbulkan interaksi sosial antar individu dlam lingkungan sosial tersebut. Sebagai gambaran pada kesehariannya manusia berkomunikasi dengan yang lainnya dalam bentuk dan jenis kegiatan yang beraneka ragam macamnya, secara sederhana kita bisa melihat bagaimana orang-orang yang sedang bermain catur berinteraksi satu sama lainnya, dalam permainan catur terdapat berbagai unsur yang terlibat dalam sistem permainan tersebut diantaranya pemain atau pelaku, sarana, alat dan perlengkapan, daerah permainan, waktu yang tersedia faktor khusus atau lingkungan permainan di mana terdapat peraturan (Rule of the game) di dalamnya serta unsur-unsur lain yang tidak terlihat atau abstrak. Permainan catur pada prinsipnya adalah permainan mengolah siasat guna memenangkan suatu permainan. Siasat yang digunakan pada hakikatnya adalah bagaimana penggunaan seluruh sumber daya dapat dioperasionalkan dan didayagunakan agar tercipta kekuatan yang dahsyat guna memenangkan suatu permainan. Dalam pelaksanaannya kita bisa melihat bagaimana Si “A” menggunakan siasat guna mengalahkan si “B” atau bagaimana salah satu pihak menyerang dengan berbagai alasannya dan di pihak lain bertahan dengan sejumlah alasannya pula, namun dari kedua pihak tersebut tidak satupun mengharapkan kekalahan terjadi baik yang bertahan maupun yang menyerang. Jadi kedua pihak sama-sama menunjukkan suatu upaya yang didahului oleh penganalisaan                                                                                yang kemudian diintegrasikan ke dalam bentuk metode dan tindakan dalam bentuk kegiatan permainan catur sehingga pada akhirnya kemenangan dapat diraih oleh salah satu pihak.
            Dari ilustrasi di atas dapat dipelajari bahwa secara jelas bagaimana suatku siasat atau lebih dikenal dengan taktik permainan catur diimplementasikan pada pertandingan yang sebenarnya. Jika kita kembali melihat bagaimana kehidupan manusia berkembang maka dalam sepanjang kehidupannya tidak mungkin manusia lepas dari suatu masalah atau konflik. Konflik dalam skala besar yang melibatkan negara dengan negara lainnya atau dengan kelompok negara lainya disebut perang. Perang dapat ditinjau dalam tiga dimensi yakni dalam dimensi strategis, dimensi operasional maupun dimensi taktis. Demikian pula penyelenggara atau pihak-pihak yang terlibat dalam peperangan tersebut, dapat pula dibagi dalam level strategis, level operasional dan level taktis. Agar terjadi kesatuan pandangan dan pemahaman mendasar yang sama maka kita perlu memahami taktik dalam berbagai sudut pandang.

Pengertian Taktik
Secara mudah, taktik sering diartikan sebagai suatu ilmu dan seni untuk memenangkan pertempuran. Di samping penggunaan taktik, untuk memenangkan suatu pertempuran diperlukan juga aspek-aspek lain dari seni berperang seperti strategi, kemampuan olah yudha, tingkat latihan dan penggunaan teknologi yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu pertempuran
Taktik adalah suatu istilah yang sangat umum digunakan untuk tata cara/aturan yang dibuat oleh seorang komandan dalam persiapan untuk menghadapi perang ataupun pertempuran. Taktik diambil dari kata Yunani taktos yang berarti menyusun.  Menurut kamus besar bahasa Indonesia taktik adalah adalah rencana atau tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan.[1] Sedangkan pengertian menurut Webster, arti taktik dijelaskan sebagai berikut; taktik adalah suatu metode yang digunakan atau cara bertindak yang disusun untuk mencapai suatu tujuan yang segera atau dalam  jangka pendek (short term aim).[2] Secara lebih jelas taktik diartikan sebagai pendayagunaan dan penataan pasukan sendiri beserta seluruh sumber daya yang dimiliki dihadapkan dengan kondisi musuh dan medan dalam rangka memenangkan pertempuran.[3]
            Dengan memahami berbagai pengertian taktik di atas maka seperti halnya dijelaskan sebelumnya maka penerapan taktik juga harus dipahami sesuai dengan tingkatan strata perang. Pada tataran strategis, taktik adalah sebagai suatu ilmu dan seni pendayagunaan kekuatan militer untuk menangkan pertempuran. Pada tataran operasional sebagai ilmu dan seni pengaturan rangkaian kegiatan taktis untuk menangkan perang. Sedangkan pada tataran taktis adalah sebagai ilmu dan seni pendayagunaan kekuatan tempur untuk menangkan pertempuran. Apapun stratanya, penerapan suatu taktik selalu dihadapkan kepada faktor TUMMPAS-WKH[4].
Aspek Ilmu dan Seni Taktik.     Seorang komandan harus mempunyai pemahaman yang baik tentang taktik baik dari aspek ilmu maupun seni, dua konsep yang sebenarnya saling bertolak belakang namun tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan yang bersifat konkret dan sistematis dengan seni yang bersifat abstrak dan mengutamakan rasa/intuisi. Komandan dan seluruh unsur pemimpin pada level teratas sampai terbawah harus mempunyai kemampuan taktik agar dapat memimpin pasukannya dalam setiap operasi.
            Aspek Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan taktik mencakup hal-hal yang berkaitan dengan aspek militer taktik seperti kemampuan, teknik dan prosedur yang dapat diukur dan disusun. Ilmu pengetahuan taktik juga memuat kemampuan fisik musuh dan pasukan sendiri, organisasi dan sistem seperti menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh kompi untuk menempuh jarak tertentu di medan tertentu, teknik dan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas seperti istilah taktik dan alat kendali sebagai bahasa taktik yang dapat dengan mudah dipahami. Aspek ilmu pengetahuan dari taktik adalah teknik dan prosedur dalam menggunakan berbagai elemen dari berbagai persenjataan gabungan. Aspek ilmu pengetahuan ini dapat saja berubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang. Sebagai tujuan akhirnya adalah untuk bisa mencapai hasil yang maksimal.
            Pemahaman terhadap ilmu pengetahuan taktik juga penting dimiliki oleh seorang komandan untuk mengerti batasan-batasan secara fisik dan prosedur dalam operasi yang sedang dilaksanakan. Batasan-batasan fisik dan prosedur ini diantaranya adalah dampak dari medan, ruang, waktu dan cuaca terhadap musuh dan pasukan sendiri. Namun karena perang adalah kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia maka pemecahan permasalahan taktik tidak bisa dirumuskan secara matematis.
            Aspek Seni
Ada tiga hal mendasar yang saling berkorelasi yaitu kreativitas dan fleksibilitas dalam menyelesaikan tugas, pengambilan keputusan dalam situasi yang tidak pasti dihadapkan dengan musuh yang cerdas/sulit diprediksi gerakannya dan aspek manusia dalam pertempuran dan dampaknya terhadap prajurit.

Aspek seni dalam taktik menuntut penggunaan intuisi yang tajam yang tidak bisa didapatkan dari studi kasus tapi dari pengalaman-pengalaman langsung di lapangan dengan berbagai situasi dan kondisi. Pengalaman-pengalaman langsung di lapangan inilah yang mempertajam intuisi seorang komandan dalam memainkan aspek seni dalam memecahkan persoalan taktis yang diberikan oleh komandan atasannya. Aspek seni yang dipadukan dengan aspek ilmu pengetahuan inilah yang menjadi kombinasi dalam memecahkan masalah taktik yang kompleks. Aspek seni menyediakan intuisi dan improvisasi berdasarkan pengalaman untuk persoalan taktik yang abstrak dan random sementara aspek ilmu pengetahuan menyediakan batasan-batasan dalam teknik dan prosedural dalam setiap operasi secara konkret dan sistematis.

Penempatan Strata Taktik
            Penempatan strata taktik di sini berada pada tataran low level dari strata perang (strategis- operasional- taktis). Dalam strata taktik ini lebih banyak digunakan oleh Komandan-komandan satuan (terutama yang langsung bersentuhan dengan bawahan) untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam tugas operasi. Dengan demikian seorang Komandan harus memahami dan kompeten dalam ilmu dan seni perang serta mampu mengaplikasikan konsep-konsep dasar taktik yang nantinya menjadi sebuah konstruksi taktik yang utuh dihadapkan kepada musuh, medan operasi dan teknologi yang digunakan. Pada perang konvensional perbedaan strata ini masih terlihat jelas batas- batasnya, yaitu pada tujuan yang ingin di capai, namun pada perang non-konvensional perbedaan strata ini sulit di bedakan dan bahkan saling tumpang tindih serta menyatu dalam satu spektrum perang. Namun demikian pada kenyataannya pelaksanaan tactic of ground battle yang dilaksanakan oleh TNI AD belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara utuh, karena taktik menyerang dan bertahan yang ada tidak pernah dipakai pada operasi militer yang dilaksanakan di Indonesia, sebaliknya TNI AD lebih sering menggunakan taktik lain untuk pelaksanaan operasi militer di Indonesia.
            Dalam strata ini , kegiatan dilaksanakan untuk mencapai tujuan taktis, yaitu memenangkan peperangan dengan menggunakan taktik tertentu dalam waktu relatif singkat dan pengaturan pasukan sendiri. Pengaturan tersebut meliputi  pengorganisasian pasukan, penempatan pasukan, penentuan bentuk manuver maupun dukungan lain dari masyarakat. Kegiatan pertempuran pada strata ini dapat berupa satu bentuk tugas pokok maupun beberapa bentuk tugas dalam satu medan operasi. Dengan demikian dalam kaitan ini pertempuran yang dilaksanakan memerlukan waktu secara variatif dan penjabaran taktik tertentu sesuai dengan konteks musuh , medan dan persenjataan yang dimiliki. Taktik yang digunakan tidak lagi baku dan monoton seperti apa yang diajarkan selama ini, tetapi lebih diutamakan kepada kecepatan dalam membaca situasi taktis di lapangan dan kecepatan dalam mengambil tindakan dengan tetap mengacu kepada pengoptimalan dalam pencapaian hasil.
            Penerapan taktik yang praktis dan aplikatif sangat tergantung dari kemampuan pengetahuan dan kemampuan individu lainnya yang dimiliki oleh seorang komandan. Seorang komandan harus dapat membedakan antara TAKTIK – TEHNIK – PROSEDUR. Seperti telah disinggung sebelumnya, Taktik adalah penataan pasukan sendiri dihadapkan dengan kondisi musuh dan medan dalam rangka memenangkan pertempuran. Tehnik adalah cara melakukan suatu kegiatan secara terperinci di medan tempur oleh suatu satuan. Sedangkan Prosedur adalah urut-urutan tindakan yang dilakukan secara tertib untuk melakukan kegiatan tertentu. Selain itu seorang komandan juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang melibatkan suatu pertempuran, termasuk faktor manusia dan tehnisnya. Seringkali kemampuan olah yudha para komandan mendapatkan tantangan tersendiri ketika dihadapkan dengan kondisi yang sesungguhnya. Hal ini terjadi ketika dihadapkan situasi perang atau pertempuran yang tidak pasti dan kondisi lingkungan yang ada. Situasi tentang pertempuran diperoleh berdasarkan hasil dari suatu pengamatan langsung, yang dilakukan berdasarkan perkiraan intelijen atau analisa intelijen, dan informasi-informasi yang dapat dipercaya. Namun hal ini seringkali kurang mencukupi sebagai bahan masukan bagi seorang komandan sebelum mengambil keputusan dalam suatu pertempuran. Para komandan harus mengumpulkan indikasi-indikasi lain yang paling mungkin untuk merumuskan suatu cara bertindak musuh yang paling tepat atau untuk mendapatkan keterangan atau kemampuan musuh di garis belakang. Kemampuan untuk menterjemahkan indikasi-indikasi yang  ada dari cara bertindak musuh adalah suatu hal yang tak dapat dibayangkan secara akademis.
Dari pengalaman sejarah, kemampuan mengaplikasikan taktik terus berkembang dihadapkan kepada empat faktor dasar yang terdiri atas :
Ketidakpastian. Ketidakpastian situasi selalu terjadi di pertempuran dimana saja, kapan saja tanpa adanya kepastian yang dapat dijadikan pegangan . Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang tersedia di lapangan sehingga membuat para komandan pasukan mengkombinasikan antara penggunaan formasi dengan kemampuan manuver. Kombinasi ini bertujuan untuk menghadapi segala situasi dan untuk mengkover semua kemungkinan yang terjadi. Dalam pengambilan keputusan guna menentukan cara bertindak yang paling tepat, berbagai dinamika perlu diperhitungkan dengan matang meskipun informasi yang didapat kurang lengkap, sehingga seorang komandan bagaimanapun juga akan selalu berinisiatif untuk mengurangi resiko ketidak pastian tersebut dengan menerapkan taktik yang tepat.
Penggunanaan daya tembak. Dalam perang dewasa ini, salah satu pemanfaatan daya tembak secara maksimal dari jarak jauh adalah untuk meminimalkan jatuhnya korban dipihak sendiri. Dengan menggunakan daya tembak maka akan diperoleh efek psikologis yang positif bagi pasukan sendiri dan kehancuran moril pasukan musuh atau lawan sehingga koordinasi dan totalitas dalam perencanaan dan persiapan serta pelaksanaannya harus dapat dijamin. Di sisi lain Untuk menghadapi daya tembak musuh, maka kita perlu untuk meningkatkan kemampuan perlindungan lapis baja, posisi bertahan yang kuat, kubu-kubu pertahanan, penggunaan medan secara tepat dan kemampuan manuver yang cepat serta pengintaian yang akurat.
Manuver. Kemampuan seorang komandan dalam bentuk perencanaan yang matang adalah bagaimana pasukan dapat bermanuver dengan leluasa dan jangan sampai kehilangan momentum dan kebebasan bermanuver dalam menentukan manuver bila memungkinkan untuk tidak terlalu menarik perhatian musuh.dilakukan dalam bentuk merubah arah, titik, momentum dan kecepatan menyerang.
Keputusan.  Pengambilan keputusan yang tepat dan cepat dalam menghadapi musuh di mana salah satu tujuannya adalah untuk melumpuhkan musuh secara phisik, atau secara bersamaan juga meniadakan keinginan bertempur musuh. Keputusan adalah hasil dari suatu analisis dan perbandingan yang dilakukan dalam pengambilan keputusan baik secara intuisi maupun secara berkoordinasi antara komandan dan staf.

Permasalahan Taktik dan Konsep Dasar
Permasalahan Taktik
Permasalahan taktik menjadi sesuatu hal yang mendasar dan menentukan dalam keberhasilan suatu operasi. Seorang Komandan tiap-tiap eselon terutama yang langsung memimpin prajurit di lapangan harus mengerti tentang taktik dan menjadikannya sebagai suatu konsep inspirasi dalam pelaksanaan operasi. Secara umum pengetahuan tentang taktik sangat dibutuhkan oleh seorang Komandan operasi untuk mengerti tugas-tugas secara nyata dan prosedur tindakan yang harus diambil. Dalam setiap pertempuran seorang Komandan akan dihadapkan dengan berbagai masalah taktis yang timbul yang berkaitan dengan faktor TUMMPAS-WKH. Sebagai jalan keluarnya dan yang digunakan sebagai pedoman adalah bagaimana seorang Komandan harus dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk mengambil keuntungan dengan menentukan pilihan taktik, yaitu menyerang atau bertahan.  Tentunya kedua pilihan tersebut mengandung konsekuensi logis keuntungan atau kerugian, dalam hal ini seorang Komandan tidak boleh ragu dan dogmatis mencari yang ideal. Oleh karenanya diperlukan suatu pemahaman yang mendalam dalam pengambilan keputusan secara cepat dan cerdas berdasarkan data intelijen yang mampu membuka ketidakmenentuan[5] .Baik permasalahan taktik serangan maupun pertahanan, intinya seorang Komandan harus cepat dan tepat dalam melakukan PKT/PKM di lapangan ,selanjutnya menggunakan kekuatan tempur yang agresif dan mengambil cara bertindak yang tepat dalam situasi ketidakmenentuan. Taktik yang diambil tidak lagi hanya pasrah/defensif tetapi lebih kepada ofensif dan pengambilan inisiatif untuk segera menyelesaikan tugasnya. Untuk itu seorang Komandan harus memegang inisiatif untuk mendahului melakukan pertempuran pada tempat dan waktu yang dipilihnya.
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai alternatif dalam memecahkan permasalahan taktik, termasuk :
o         Tipe dan bentuk operasi, bentuk-bentuk manuver dan tujuan dari misi taktik.
o        Organisasi tugas dari pasukan yang ada termasuk mengalokasikan  sumber daya yang langka.
o        Penyusunan operasi dan pemilihan dari alat kontrol yang digunakan.
o        Tempo operasi.
o        Risiko/kemungkinan bahaya yang terjadi.
Hal-hal tersebut di atas menjadi pokok pemikiran dan pertimbangan Komandan untuk segera mengambil dalam bertindak di lapangan. Karena inisiatif yang berada ditangan sendiri memberikan keleluasaan Komandan untuk mengembangkan pertempuran, mengeksploitasi kelemahan musuh dan mengeliminir kelemahan sendiri guna melakukan tindakan taktis memenangkan pertempuran.
Di sisi lain permasalahan taktik yang terjadi adalah adanya perkembangan teknologi  situasi bertempur yang sudah tidak lagi mengandalkan manusia sebagai pemukul utama, tetapi sudah mulai memanfaatkan sarana teknologi atau yang dikenal dengan 3rd generation of war atau bahkan 4th generation of war. Perang tidak lagi digelar dengan tunggal dan hanya menggunakan satu taktik saja, melainkan sudah gabungan dari beberapa taktik atau separuh jalan taktik langsung dapat berubah sesuai perkembangan situasi di lapangan yang dihadapi. Kita tidak bisa lagi mengatur arah datangnya musuh, berapa kekuatan yang dilibatkan, persenjataan yang digunakan secara pasti termasuk medan operasinya.Tetapi kita hanya memperkirakan secara global dengan mengandalkan intelijen dan teknologi lain yang kita miliki. Kondisi ini tentunya menuntut kita untuk segera menyesuaikan dan menata kembali doktrin, strategi dan taktik kita untuk menjadi lebih berkembang  adaptif dan inovatif guna memenangkan perang. Dihadapkan dengan perkembangan situasi bertempur seperti tersebut di atas dan melihat dari pengalaman kita dan beberapa negara lain dalam berperang, maka taktik yang kita miliki saat ini perlu dipertimbangkan kembali untuk disesuaikan dengan kemungkinan-kemungkinan pelibatan operasi yang akan dilaksanakan. Namun tidak berarti taktik dasar yang kita miliki sudah tidak valid lagi. Dasar dasar taktik  tetap menjadi landasan pemikiran akan tetapi aplikasi penjabarannya harus mampu menjawab perkembangan situasi dan tuntutan tugas yang berkembang saat ini. Di sisi lain juga kaitan dengan hal ini adalah adanya doktrin tiap-tiap kecabangan yang masih dapat dikatakan belum sepenuhnya mewadahi tugas-tugas dari masing-masing kesenjataan. Demikian juga latihan-latihan yang selama ini dilakukan masih sebagian besar berorientasi kepada perang skala besar(konvensional)dengan musuh yang selalu dapat kita atur. Padahal situasi dan kondisi sudah sangat berkembang dan front perang sudah tidak lagi terpusat pada satu titik, tetapi dapat terjadi dimana-mana dan dengan mengerahkan kekuatan, kemampuan dan teknologi yang cukup varian.
Konsep Dasar.     
Seorang Komandan satuan dalam pelaksanaan  operasi baik serangan maupun pertahanan harus memahami latar belakang dasar yang berkaitan dengan taktik, di mana pada intinya harus cermat dan tepat menerapkan dan mengaplikasikan taktik dalam pengaturan pasukan sendiri dan penggunaan senjata di hadapkan dengan tugas yang dilakukan, kondisi medan /daerah operasi, kondisi musuh dan pasukan sendiri serta faktor khusus lainnya. Beberapa konsep dasar yang perlu dipahami adalah sebagai berikut :
-    Pemanfaatan kesenjataan. Bahwa dalam operasi penggunaan beberapa sesenjataan ( infanteri, kaveleri, armed, arhanud, zeni , penerbad dll ) secara terpadu dan terkoordinasi untuk mempercepat selesainya tugas dan memperbesar hasil . Penggunaan Di sini harus dilaksanakan secara tepat dan terkoordinir untuk memberikan dampak asimetrik terhadap musuh, karena masing-masing kesenjataan memiliki ke-khas-an kemampuan dalam hal ini pemanfaatan kesenjataan tidak selalu dikerahkan dalam hubungan skala besar tetapi diupayakan menyesuaikan dengan tugasnya dan pertimbangan nyata di lapangan serta secara terpadu untuk memaksimalkan hasil. Seperti contoh saat perang kota walaupun kondisi medan terbatas namun pengerahan Bantem Armed tetap dilaksanakan dengan catatan kedudukan steling menyesuaikan medan di mana tetap mempunyai sudut medan halang depan yang masih dapat di toleran oleh sistem senjata. Namun tidak semua operasi dapat menggunakan semua kesenjataan yang ada, hal ini tergantung kepada tugas yang dilaksanakan dihadapkan dengan kondisi medan, musuh, pasukan sendiri, waktu, cuaca,teknologi musuh dan analisa dampak kepada lingkungan.
-    Manuver.          Bahwa dalam pelaksanaan operasi , manuver pasukan diperlukan untuk mendapatkan posisi/kedudukan yang lebih menguntungkan dari pada kedudukan musuh dan mempunyai mobilitas serta daya tembak yang tinggi. Dalam pelaksanaannya dikombinasikan dengan sarana bantuan tembakan dan dipertimbangkan dengan faktor TUMMPAS-WKH agar diperoleh daya guna optimal.  Baik operasi serangan maupun pertahanan manuver yang dilaksanakan senantiasa tergantung kepada tugas yang dilaksanakan dan dihadapkan kondisi nyata di lapangan setelah dilakukan PKT/PKM . Manuver tidak selalu dalam skala besar tetapi lebih disesuaikan dengan kondisi medan dan musuh serta senjata yang ada.  Keunggulan manuver lebih tergantung kepada siapa yang menguasai medan kritik terlebih dahulu. Sehingga dengan keunggulan manuver ini kita lebih leluasa bergerak dan berinisiatif serta  memaksa musuh untuk berperang sesuai dengan keinginan kita.

-    Mobilitas.         Bahwa dalam pelaksanaan operasi diperlukan mobilitas yang tinggi dan mampu bergerak cepat dari satu medan ke medan yang lain, didukung dengan sarana bantuan tembakan dan perlindungan. Mobilitas ini dilakukan untuk mendapatkan keunggulan tempur sekaligus untuk memberikan pendadakan. Semua satuan yang terlibat operasi harus diorganisir untuk mempunyai mobilitas tinggi dan bergerak cepat di medan operasi, tidak tergantung dari kondisi musuh. Terlebih bila kemampuan dan kekuatan kita lebih rendah/kecil dari musuh dan musuh unggul dari teknologi, maka perlu mobilitas yang lebih tinggi di mana setelah melaksanakan aksinya langsung dapat berpindah kedudukan ke tempat yang baru untuk menghindari serangan dari musuh atau yang lebih dikenal dengan hit and run.

-    Pelibatan yang menentukan.    Bahwa dalam pelaksanaan operasi suatu satuan harus dapat mengambil kesimpulan terhadap tugas yang dilaksanakan, berapa besar satuan yang dikerahkan dan apa tujuan operasi kita. Jadi tidak selalu setiap operasi dikerahkan pasukan besar-besaran , dan tidak selalu pelibatannya dalam perang langsung. Intinya dalam pengerahan tersebut bagaimana mempertimbangkan tugas dan bagaimana mengerahkan kekuatan utamanya di suatu tempat untuk mencapai hasil akhir yang menentukan( kemenangan ).  Seperti contoh pada saat pertahanan tidak selalu kita mempertahankan suatu daerah secara mati-matian dan memaksa musuh tidak memasuki wilayah kita. Tetapi dalam pelibatan ini harus dapat di lihat dari tugas kita, dan juga harus dihitung dan dipertimbangkan antara kekuatan kita dan kekuatan musuh yang dihadapi serta penyelesaian tugas pokok sesuai tujuan dan sasaran yang di inginkan.
-    Saling Bantu.   Bahwa dalam pelaksanaan operasi diperlukan kerja sama saling bantu untuk menghadapi musuh dalam rangka melaksanakan tugas pokok yang bersamaan. Agar tidak mengesampingkan Tupok yang telah menjadi tanggung jawabnya, maka kegiatan saling bantu dengan tetap mempertimbangkan faktor sinergi , koordinasi dan efektivitas pencapaian hasil. Tindakan saling bantu dapat dilakukan dengan tembakan lintas datar maupun lintas lengkung , sejauh tidak berakibat fatal kepada pasukan sendiri dan lingkungan operasi/ korban di pihak masyarakat sipil. Namun demikian saling bantu Di sini tidak terbatas kepada persenjataan, khususnya operasi kecil/operasi khusus dalam hubungan tim yang mengerahkan personil terbatas, maka disusun dengan budy sistem dan saling melindungi.
-   Penghancuran Sebagian.         Bahwa dalam pelaksanaan operasi penghancuran dengan memanfaatkan penggunaan kemampuan tempur utama untuk menghancurkan kekuatan musuh yang terpisah-pisah secara berurutan. Prioritas penghancuran dititikberatkan kepada sarana Bantem musuh, Posko musuh, jaring komunikasi dan pasukan depan musuh. Dengan demikian musuh tidak dapat mengonsentrasikan kekuatannya secara utuh untuk pelaksanaan operasi selanjutnya dan juga turunnya daya tempur musuh serta moril. Pelaksanaan penghancuran dapat dilakukan dengan bombardier, peluru kendali dan Bantem Armed, namun bila kita kalah teknologi dan persenjataan maka penghancuran dapat dilaksanakan secara terpisah dengan membentuk front perang di mana-mana (perang gerilya).
-   Jarak Bantuan. Bahwa dalam pelaksanaan operasi antara satu satuan dengan satuan lainnya yang terlibat operasi dapat saling membantu. Dalam hal ini merupakan suatu pertimbangan dalam pengerahan / penyusunan disposisi pasukan, persenjataan atau mobilitas taktis dalam operasi.   Seperti contoh pada OLI satuan Armed dalam memberikan bantuan tembakan kepada satuan manuver diupayakan menduduki daerah steling yang dapat memberikan tembakan penghancur sekaligus pembatas untuk mencegah pelarian insurjen. Hal lain dalam  jarak bantuan ini tidak selalu menggunakan bantuan tembakan skala besar tetapi juga menggunakan  bantuan tembakan skala kecil dengan tetap memperhitungkan masalah kesisteman faktor efisiensi jarak tembakan dan kemampuan redisposisi





POKOK-POKOK PERKEMBANGAN TAKTIK
Pergeseran  Paradigma. 
Perkembangan taktik ditandai dengan kisah-kisah sukses  dari masa ke masa yang telah diuji dan dipengaruhi daripada faktor-faktor dasar yang telah disebutkan di atas. Sebagai contoh yang mudah, pada masa Romawi kuno,bangsa Sumerian, adalah bangsa pertama yang memiliki pasukan terorganisir dengan baik. Sebagai pengintai depan, ditempatkan pasukan Infanteri berkuda yang dilengkapi dengan helm,panah dan perisai. Penggunaan pasukan berkuda sebagai pengintai depan untuk mengumpulkan keterangan terus digunakan sampai menjelang Perang Dunia I sebelumnya akhirnya digantikan kendaraan – kendaraan ringan, penggunaan kendaraan taktis pada perang dunia II, penggunaan pesawat udara ringan pada perang Vietnam dan saat ini penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (pesawat pengintai tak berawak) pada perang Irak. Perkembangan taktik dan teknologi yang digunakan dalam perang berlangsung sangat cepat dari masa ke masa. Dewasa ini , perkembangan penting dalam teknologi yang mempengaruhi taktik adalah keberadaan  Explosive Ordnance Disposal, senjata dan perlengkapan elektronik,  kendaraan lapis baja, alat komunikasi, peluru kendali dan helikopter serta pesawat udara. Kemajuan teknologi tersebut telah mempengaruhi para unsur komandan untuk segera merevisi taktik yang dimiliki agar mampu beradaptasi dengan situasi yang ada. Meski seorang komandan bukanlah seorang ahli senjata,  perannya adalah bagaimana menggunakan persenjataan yang ia miliki secara maksimal untuk memenangkan pertempuran. Namun, ketika persenjataan berubah secara cepat sesuai dengan perkembangan teknologi, kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan itu sangat  terbatas. Kondisi prajurit untuk beradaptasi dengan senjata baru dan perubahan teknologi memerlukan waktu. Beberapa perubahan-perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
·     Senjata akan semakin banyak beraneka ragam jenisnya, dan prajurit-prajurit dituntut untuk semakin ahli terhadap perlengkapan perorangan yang digunakan. Berbagai jenis senjata sesuai kebutuhan operasional dibutuhkan di semua tingkatan sampai dengan satuan terkecil. Semua prajurit dituntut untuk mahir dalam melaksanakan pertempuran darat.
·     Senjata yang digunakan pada level tertentu tidak bersifat doktriner. Sebagai contoh, meski hanya tingkat satuan kecil, apabila mendapatkan hambatan dapat meminta bantuan tembakan dari artileri atau helikopter.
·     Biaya yang diperlukan dalam pertempuran, baik untuk prajurit maupun peralatannya akan semakin meningkat.
·     Kebutuhan medan yang luas dan terbuka untuk peperangan di Indonesia tidak selalu  diperlukan seperti di masa lampau dan tidak pernah terjadi selama ini, oleh karena itu kebutuhan organisasi untuk melaksanakan pertempuran, tidaklah sebesar yang kita bayangkan dan tidak pernah terjadi sebelumnya di Indonesia sampai tingkat Divisi, bahkan sangat mungkin dalam daerah padat penduduknya akan terjadi sampai dengan tingkat regu. Pengambilalihan  tanggung jawab aplikasi taktik tidak hanya pada tingkat komandan satuan atas, tetapi juga pada tingkat komandan satuan bawah, sampai dengan tingkatan komandan regu harus mahir dalam mengaplikasikan taktik.
·     Penyusunan formasi yang besar menjadi kurang efektif lagi. Seperti pada pertempuran di daerah pemukiman, penggunaan satuan –satuan kecil akan lebih  efektif, kombinasi  antara tembakan dan manuver, musuh tidak lagi dapat dilihat dengan mata telanjang meski hanya dalam jarak dekat. Pemanfaatan medan-medan yang ada untuk perlindungan sangat mutlak diperlukan.
·     Untuk menghadapi pertempuran-pertempuran di masa datang tidak ada solusi ajaib yang datang serta merta, yang ada hanyalah bagaimana mengembangkan taktik-taktik bertempur yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Kondisi yang diperlukan saat ini adalah meningkatkan kemampuan daya tembak dan daya hancur, kecepatan manuver dan komunikasi mempersempit waktu. Seorang komandan harus mampu mengintegrasikan penggunaan senjata yang bervariasi jenisnya secara efektif.

Kecenderungan taktik ke depan
Dalam perang  di manapun,  taktik selalu muncul di dalam bentuk  kombinasi   bentuk ruang dan waktu dari ke empat faktor  : ketidakpastian situasi, penggunaan  daya tembak, manuver dan keputusan. Pengalaman telah membawa pada suatu kesimpulan bahwa tak ada satu perangpun yang memiliki  lingkungan yang sama, meskipun ada  kesamaan di beberapa aspek yang sejalan atau yang dapat disamakan, setiap perang memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Apalagi bila dihadapkan dengan situasi yang ada sekarang, di seluruh dunia, dimana perang atau pertempuran tidak lagi terjadi di daerah terbuka, perang bisa terjadi dimana saja termasuk didaerah pemukiman  atau urban area, yang melibatkan masyarakat dengan berbagai karakteristiknya. Kondisi ini menuntut seorang komandan untuk dapat mengaplikasikan taktik yang tepat. Dengan mempelajari dan memahami taktik, akan membantu mempermudah untuk mengklasifikasikan pertempuran-pertempuran kedalam beberapa ”type” seperti yang terjadi pada perang dewasa ini. Tetapi ini bukanlah semata-mata faktor yang harus diperhitungkan, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor lainnya yang meliputi TUMMPAS-WKH. Dalam hubungan, ini harus diartikan bahwa perang berlanjut untuk waktu yang lama yang akan berdampak terhadap taktik-taktik yang digunakan, baik taktik sendiri ataupun taktik musuh yang pada akhirnya ada taktik-taktik yang berlaku umum, sehingga seorang komandan dapat menentukan SI – A – BI – DI – BA - ME secara tepat.

Dalam perang yang terjadi dewasa ini, dapat kita lihat kecenderungan negara-negara yang berperang menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
-    Meminimalkan korban.  Sebelum melaksanakan serangan, komandan harus memperhitungkaun untuk meminimalkan jatuhnya korban dipihak sendiri, pemanfaatan medan-medan yang ada seperti bangunan, beton, reruntuhan atau bila perlu rintangan buatan adalah mutlak diperlukan dan juga didukung dengan kemampuan prajutrit dalam menyebar dan bermanuver. Menghindari jatuhnya korban dipihak lain juga diperhitungkan, oleh karena itu, dalam perang dewasa ini,pengembangan senjata berteknologi teknologi tinggi atau smart weapon terus dilakukan.
-     Kecepatan memberikan perintah. Dalam setiap perang, faktor ini waktu menunjukkan suatu hal yang diperlukan secara alami, dan periode waktu yang dimiliki oleh seorang komandan bereaksi memberilkan perintah dalam setiap pertempuran adalah sangat singkat.  
-    Kemampuan bertempur. Kemampuan bertempur serang prajurit adalah suatu hal yang sangat mutlak diperlukan, prajurit sebagai ” senjata Multi guna” . Seorang prajurit selagi ia rela mengorbankan jiwa raganya, maka ia adalah sebuah senjata multi guna yang sangat potensial dan  ampuh, asalkan ia juga terlatih dengan baik.

Dari kecenderungan di atas, Perang telah bergeser dari segala sesuatu yang bersifat linear dan simetris, pihak yang berperang saling berhadap-hadapan dengan batas yang jelas, menjadi non-linear dan asimetris, pertempuran dapat terjadi dimana saja tanpa batas yang jelas.  dihadapkan dengan daerah terjadinya pertempuran, dimana sebagaian besar pertempuran akan terjadi di daerah pemukiman,  maka kecenderungan taktik ke depan, adalah pertempuran dapat terjadi dimana saja dan akan lebih dimungkinkan melibatkan satuan-satuan kecil saja. Namun meski hanya melibatkan satuan-satuan kecil, satuan kecil ini dituntut untuk memiliki kemampuan manuver,daya tembak dan daya gerak yang tinggi dan kemampuan perorangan prajurit yang handal serta dilengkapi dengan senjata yang berteknologi tinggi.
Ada salah satu contoh lainnya di mana dapat menunjukkan pemahaman sempit dan kurang tepat juga. Bila kita mendengar cerita pelatih senior dan para senior-senior lainnya kita dapat mengajukan suatu pertanyaan apakah Patroli dan Oli merupakan taktik ? Pada umumnya mereka akan menjawab ya benar baik Patroli maupun Oli semuanya adalah taktik, ditambah lagi bahwa patroli memiliki Patkam, Pattai, Patdang, Patgap dll, sedangkan Oli terdapat wandang jalan kaki, wandang ran, pam RPU, Pungdahmah dan Pungsihpung. Selain itu juga bila kita menyimak berbagai cerita yang diutarakan oleh para senior dapat dengan mudah dan jelas ditangkap bahwa pengalaman mereka berlatih patroli dan Oli yang mereka rasakan berkesan merupakan latihan taktik yang keras dengan beban ransel 40 Kg dan pelatih yang keras pula, namun bila ditanyakan bagaimana konsep mendasar dalam pembelajaran dan pelatihannya pada umumnya sama dengan yang kita rasakan karena apa yang mereka lakukan kemudian diturunkan kepada generasi selanjutnya. Lalu bagaimana yang benarnya? Untuk mendapatkan jawaban pertanyaan tersebut maka kita perlu memahami pengertian dari Patroli dan Oli sebagai berikut :
Patroli adalah suatu pasukan yang dikeluarkan dari induk pasukannya kemudian diberikan tugas pengintaian atau pertempuran bahkan kombinasi pengintaian dan pertempuran. Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu pemahaman yang berisi bahwa patroli adalah suatu organisasi yang diberikan tugas. Dalam pelaksanaan tugas militer, berbagai tugas dapat dilaksanakan oleh organisasi organik (sesuai TOP atau DSPP) atau organisasi bentukan dengan berbagai alasan dan faktor yang mempengaruhi penyusunan organisasi tugas tersebut sehingga dapat kita pahami bahwa apabila kita diperintahkan untuk melaksanakan patroli keamanan maka yang dilaksanakan adalah merubah organisasi organik dan menyusunnya menjadi menjadi patroli keamanan yang terdiri dari kelompok komando, kelompok pengaman, kelompok bantuan, kelompok penyerbu dan kelompok khusus.Adapun tugas-tugas yang diberikan kepada patroli keamanan adalah pencarian, pembersihan daerah, pemeliharaan kontak dll. Dengan demikian kita harus mendudukkan sesuatu sesuai dengan terminologi atau aspek epistemologinya sehingga kita memiliki pemahaman yang tepat dan pengaplikasian yang benar...
Operasi lawan insurjensi pada hakekatnya merupakan rangkaian operasi yang meliputi operasi intelijen, operasi tempur, operasi teritorial dan operasi pendukung lainnya. Kompleksitas operasi lawan insurjensi menuntut perencanaan dan persiapan yang baik sehingga dapat dilaksanakan secara berdaya dan berhasil guna. Sehingga pemahamannya bahwa ini adalah salah satu bentuk suatku operasi, di mana operasi ini berisikan operasi-operasi lain yang saling berhubungan satu sama lainnya dan terintegrasi dengan baik. Bentuk-bentuk kegiatan-kegiatan yang termasuk operasi tempur dalam Oli diantaranya adalah Pam Rpu, Pungdahmah dll.   Sehingga sangat rancu kalau kita menyampaikan bahwa Oli adalah wandang jalan kaki dan wandangran atau bentuk kegiatan lainnya.
            Setelah memahami dan mendalami tentang pemahaman mendasar taktik maka seluruh pelaksanaan tugas baik dalam rangka operasi militer perang (OMP) maupun selain perang (OMSP) dijabarkan dan diselesaikan mulai dari level strategis sampai dengan taktis dengan perbedaan dan kesamaannya. Kemudian timbul pertanyaan selanjutnya yakni jika pemahaman dan pengambarannya diuraikan dalam bentuk seperti di atas maka bagaimana gumil dan pelatih seharusnya menyajikan pembelajaran dan menyajikan materi taktik dalam berbagai metode-metode latihan dan pembelajaran yang relevan dengan pemahaman yang benar di mana sebelum menyajikan dan melaksanakan pembelajaran taktik sudah barang tentu para gumil dan pelatih harus memiliki pemahaman taktik yang benar terlebih dahulu. Kita dapat mengajukan suatu asumsi apakah berbagai metode pembelajaran dan pengajaran yang berlaku saat ini telah menjawab pemahaman taktik di atas misalnya metode teori, dril dan geladi yang biasa dilaksanakan baik di lembaga pendidikan maupun satuan. Bisa kita bayangkan yang telah terjadi saat ini para pelatih dan siswa memahami latihan taktik pertahanan baru pada tahapan jika kita gali lubang perlindungan dan melaksanakan perkuatan medan serta membagi daerah mulai daerah keamanan depan sampai inti pertahanan dan daerah belakang itu adalah pelajaran taktik pertahanan dan jika kita telah berpindah dari Dp ke Dp aju kemudian memilih formasi dan melaksanakan serbuan itu yang disebut serangan. Jadi kita dapat memahami bahwa kondisi ini menunjukkan telah terjadi kesalah pamahaman dan salah pengertian atau yang lebih menggelitik lagi dapat dituangkan dalam suatu anekdot walaupun salah tetap paham dan walaupun salah tetap ngerti sehingga yang terjadi adalah salah paham dan salah pengertian dalam mempelajari taktik.

Dalam setiap pertempuran, Komandan akan menghadapi berbagai masalah taktis yang ditimbulkan oleh interaksi antara tugas, medan, musuh, pasukan sendiri, waktu dan faktor khusus. Untuk memecahkan masalah taktis, Komandan harus dapat menentukan pilihan taktik apa yang akan digunakan. Pada dasarnya ada dua pilihan taktik, yaitu menyerang atau bertahan. Masing-masing pilihan mempunyai banyak varian yang bermacam-macam. Dalam menentukan pilihan, Komandan tidak boleh terpaku pada pemikiran dogmatis karena tidak ada satu taktikpun yang selalu tepat untuk memecahkan satu masalah taktis tertentu. Setiap pilihan harus dipilih berdasarkan pertimbangan tentang kondisi taktis yang berlaku di medan operasi yang penuh ketidakmenentuan. Hal ini telah disampaikan oleh Clausewitz dalam buku On War sebagai berikut: “Tiga perempat bagian dari faktor-faktor yang mendasari tindakan dalam perang tersembunyi di balik kabut ketidakmenentuan. Oleh karena itu diperlukan pengambilan keputusan secara cerdas berdasarkan intelijen yang mampu membuka ketidakmenentuan”.






PERTIMBANGAN DASAR
Tugas Pokok


Suksesnya pelaksanaan tugas pokok tidak hanya diukur dari besarnya kekuatan musuh yang dapat dihancurkan.
Tetapi harus dilihat juga dampak lanjutan (secondary effect) yang ditimbulkan oleh pelaksanaan operasi.
Komandan menganalisa tugas dari komando atas dan merumuskan tugas-tugas esensial yang harus dilaksanakan dalam rangka mendukung pencapaian tugas pokok. Selanjutnya menentukan cara bertindak yang paling baik untuk menyelesaikan tugas pokok tersebut dan menyusun rencana operasi yang dikembangkan dari cara bertindak yang telah dipilih.



Medan dan Cuaca
Pertimbangan tentang medan mencakup lima aspek taktis yang meliputi medan kritik, lapangan tinjau dan lapangan tembak, lindung tinjau dan lindung tembak, jalan pendekat dan rintangan. Dengan menggunakan parameter lima aspek taktis medan, Komandan harus menemukan keuntungan-keuntungan taktis daerah operasi agar tugas pokok yang diberikan kepadanya dapat dilaksanakan sesuai kemampuan dan batas kemampuan satuannya. Keuntungan taktis yang diperoleh dari aspek medan harus dapat menempatkan musuh pada kondisi yang tidak menguntungkan sehingga kehilangan kebebasan bertindak.
Faktor cuaca sangat berpengaruh dalam operasi. Namun demikian, Komandan tidak boleh mengurangi tempo operasi hanya karena keadaan cuaca yang kurang baik. Sebaliknya harus mengambil keuntungan dari keadaan tersebut untuk mencapai pendadakan, pemindahan posisi pasukan dan mempercepat proses kemenangan. Misalnya, cuaca gelap harus dimanfaatkan untuk melakukan tindakan ofensif.
Musuh
Keadaan musuh perlu dipelajari untuk menentukan kekuatan, penempatan, kemampuan dan rencananya. Kelemahan musuh dieksploitir dan keunggulannya dieleminir. Pengetahuan tentang disposisi dan komposisi musuh mempengaruhi pemilihan jenis operasi dan susunan tugas pasukan sendiri untuk melaksanakannya. Pengetahuan tentang kemampuan musuh merupakan unsur penting bagi Komandan dalam menentukan cara bertindak.

Pasukan Sendiri
Untuk mengoptimalkan kemampuan tempur yang dimiliki, pasukan sendiri diorganisir sesuai dengan konsep operasi yang telah dirumuskan. Komandan memberikan tugas kepada satuan bawah untuk melaksanakan tindakan taktis yang menentukan keberhasilan tugas pokok. Pengelompokan dalam Satgas disusun berdasarkan tugas taktis yang akan dilaksanakan. Misalnya, untuk melaksanakan penyergapan, pasukan diorganisir menjadi unsur pengaman, unsur penyerang dan unsur cadangan. Unsur pengaman dapat disusun menjadi kelompok-kelompok penutup, sedangkan pada unsur penyerang dapat diorganisir menjadi kelompok penyerbu, kelompok bantuan dan kelompok khusus, disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Waktu
Faktor waktu perlu menjadi pertimbangan Komandan dalam menyusun rencana operasi. Komandan harus dapat merebut waktu agar dapat mengembangkan inisiatif serta mengatur tempo operasi secara tepat agar musuh tidak siap menghadapi tekanan-tekanan yang dilakukan pasukan sendiri. Pertimbangan faktor waktu harus disinkronkan dengan keempat faktor lainnya secara seimbang. Misalnya keseimbangan antara faktor waktu dan kemampuan pasukan sendiri serta cuaca akan membantu Komandan untuk memberikan tugas-tugas yang tepat kepada satuan bawahannya.
Faktor khusus
Faktor khusus yang harus dipertimbangkan meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan penduduk, pertimbangan tentang sistem informasi yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi masyarakat serta kemungkinan penggunaan senjata Nubika oleh musuh.

Keberhasilan dalam memecahkan masalah taktis pada hakekatnya adalah akibat dari penggunaan kekuatan tempur yang agresif dan menentukan dalam situasi ketidakmenentuan, ketidakteraturan, kekerasan dan bahaya. Kemenangan pertempuran ditentukan melalui serangan. Untuk itu, Komandan harus memegang inisiatif untuk melakukan pertempuran pada tempat dan waktu yang dipilihnya.
Komandan membangun momentum untuk memenangkan pertempuran secara cepat dengan mengerahkan kekuatan tempur yang tersedia. Tindakan ofensif adalah kunci untuk mencapai hasil yang menentukan. Seorang Komandan satuan taktis melakukan operasi serangan untuk menghancurkan musuh, merebut medan untuk memberikan kontribusi pada keberhasilan perang pada tingkat operasional. Perubahan lingkungan terkadang memaksa Komandan untuk melakukan pertahanan, namun karena keberhasilan taktis harus dilakukan dengan serangan, maka Komandan harus dapat beralih dari pertahanan ke serangan secara tepat. Inisiatif yang berada di tangan sendiri memungkinkan Komandan untuk menemukan mengeksploitasi kelemahan musuh dan melakukan tindakan taktis yang menentukan kemenangan pasukannya. Komandan tidak boleh melepaskan inisiatif yang telah diperolehnya. Untuk mendapatkan inisiatif, Komandan harus :
o  Melakukan manuver lebih cepat dari yang dilakukan musuh untuk mendapatkan kedudukan yang lebih menguntungkan.
o  Mengerahkan daya tembak untuk memperbesar keuntungan yang diperoleh.
o  Mendapatkan dan memelihara keunggulan informasi.
o  Memenuhi kebutuhan pasukan, baik sebelum, selama dan sesudahpertempuran.
o  Menyiapkan rencana lanjutan untuk mengantisipasi tugas-tugas yangmungkin harus dihadapi.
Untuk membangun dan memelihara momentum, diperlukan sistem komando dan pengendalian yang memungkinkan Komandan mengikuti perkembangan situasi taktis dengan cepat sehingga dapat melakukan tindakan taktis dengan lebih cepat daripada tindakan musuh. Pasukan yang dapat bertindak lebih cepat daripada musuh memiliki potensi yang besar untuk memecahkan permasalahan taktis di medan pertempuran.

PEMAHAMAN LATIHAN TAKTIK
            Kita sering mendengar dan melaksanakan berbagai latihan taktis mulai dari tingkatan dril, geladi sampai dengan uji siap tempur. Berbagai bentuk latihan taktis tersebut perlu kita dalami lagi apakah dalam latihan tersebut sudah sesuai dengan pemahaman tentang tujuan pembelajaran taktik yang diharapkan. Sebagai contoh bila kita menyimak latihan di lembaga pendidikan kita masih menjumpai bentuk metode latihan dril teknis, pada latihan ini tahapannya mulai dari peragaan dalam tiga tahap, praktek terbimbing sampai dengan praktek mandiri sambil diawasi. Metode ini sangat cocok bagi para siswa yang berasal dari orang sipil atau belum pernah menjadi militer bahkan berpengalaman tempur sebelumnya sehingga dalam latihan ini dapat digambarkan prosedur dan teknik perorangan secara aplikasi teknis terbatas dalam lingkup medan di lapangan. Namun pada pendidikan lanjutan dan pendidikan pengembangan perlu ditinjau kembali apakah dril teknis semacam ini masih relevan dengan sumber siswa yang telah berpengalaman tugas tempur bahkan berkali-kali tugas operasi atau bahkan di satuannya sudah sampai latihan lanjutan tapi di lembaga pendidikan malah diturunkan lagi menjadi latihan yang mendasar kembali.
Sebagai contoh lainnya, pelaksanaan geladi medan di lembaga pendidikan dilaksanakan dengan cara berdiskusi dengan menggunakan data-data yang ada pada medan yang sebenarnya, seluruh alternatif jawaban disediakan oleh penyelenggara dan siswa tinggal menganalisa dan memperbandingkan kemudian memilih jawaban yang paling tepat. Jika kita mendalami dengan seksama maka bagi pendidikan awal atau pembentukan, metode ini sangat baik dan tepat, Namun bagi pendidikan lanjutan model geladi medan ini perlu ditingkatkan dengan modifikasi yang lainnya misalkan sebagai contoh siswa Diklapa I dengan tujuan keluaran sebagai danki dan perwira staf batalyon maka dalam pelaksanaan geladi medan, siswa diberikan pembelajaran melalui pemberian perintah oleh Danyon untuk melaksanakan serangan dengan formulasi tugas sesuai perintah operasi Danyon, kemudian sebagai danki membuat perencanaan dan menyiapkan seluruh data dan rencananya sesuai apa yang ada di medan, setelah waktu tertentu dalam bentuk kelompok kemudian mendiskusikan dan mempresentasikan berbagai perencanaannya guna mendapatkan proses perencanaan yang dapat mereka pedomani kelak saat bertugas, jadi dalam geladi ini yang paling penting adalah bagaimana jalannya proses dan uraian kegiatan dalam proses tersebut sehingga menghasilkan suatu  rencana yang baik.
Dalam bentuk metode lainnyapun, perlu dipertimbangkan lagi sehingga pada saat sebagai perwira staf batalyon sebelum pelaksanaan geladi posko setiap staf dapat melaksanakan latihan staf dan latihan antar staf guna pelaksanaan tugas antar staf, dalam lingkup staf itu sendiri dan koordinasi.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa saat ini telah terjadi kurangnya pemahaman mendasar tentang taktik itu sendiri baik di lembaga pendidikan maupun di satuan sehingga penetapan dan pencapaian sasaran latihan taktik tidak sesuai dengan pemahaman latihan taktik yang sebenarnya. Guna memecahkan berbagai persoalan mendasar dengan dampak yang telah menyeluruh ini diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, Perlunya diadakan revisi buku-buku taktik yang selama ini kita gunakan dengan pedoman bahwa buku taktik yang akan digunakan kelak harus lebih operasional ,logis dan cocok dengan kriteria penugasan TNI AD.
Kedua, Perlunya pengkajian dan peninjauan kembali metode-metode latihan taktik sesuai level pendidikan, level pelaksanaan tugas baik level taktis maupun operasional dengan metode-metode yang lebih tertuju pada apa yang akan dilakukan kelak saat pelaksanaan tugas yang sebenarnya sesuai lingkup tugas dan tanggung jawabnya serta satuan yang akan melaksanakannya.
Ketiga, Perlu adanya terobosan dan inovasi penyusunan skenario latihan yang lebih sederhana dan aktual serta faktual dibandingkan dengan yang digunakan saat ini, Agar tidak lagi terjebak dengan perbandingan dan penentuan musuh sesuai kehendak kita sendiri yang tidak logis serta selalu beranggapan musuh yang kita hadapi adalah musuh dalam perang konvensional.
Keempat, Menjadikan UST mulai tingkat regu, peleton sampai dengan kompi sebagai media untuk pembelajaran penyelenggaraan operasi dalam lingkup latihan sehingga tidak hanya pelaku yang melaksanakan latihan namun sambil latihan satuan dua tingkat di atasnya melatihkan diri sebagai penyelenggara operasi sekaligus penyelenggara latihan.
Demikian berbagai ulasan dan tinjauan pendapat penulis yang tertuang dalam “BAGAIMANA TAKTIK DIPAHAMI DAN DILATIHKAN?” Semoga dapat memberikan pencerahan dan bantuan guna pemahaman yang tepat tentang taktik.

Bandung, Oktober 2010
Penulis

H e n d r i
Mayor Inf Nrp.11970035260675



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996
[2] Webster College Dictionary, Bloomsbury Publishing, New York 2001.
[3] US Army FM 3-0, 2001
[4] FM 3.90,USA SMART BOOK
  • [5] Carl von Clausewitz :”On War”, transl. Michael Howard and Peter Parret, Everyman’s Library, New York, 1995, hal 117